Kamis 20 Jan 2011 19:40 WIB

RUU BPJS Deadlock

Rep: agung budiono/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pembahasan Panitia Khusus RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan pemerintah deadlock sebelum masuk pada substansi. Lantaran, pemerintah yang harusnya mengirimkan delapan menteri terkait, namun yang hadir hanya Wamenkeu Anny Ratnawati dan menteri-menteri lainnya hanya mengutus Dirjen yang sebenarnya tak punya kuasa penuh untuk mengambil keputusan.

"Ini  merupakan  penghinaan terhadap parlemen (contempt of parliament)," tutur Pimpinan Pansus BPJS dari FPDIP, Surya Chandra Surapaty kepada wartawan di DPR, Kamis (20/1). Menurutnya, tidak ada seorang pun menteri yang menyampaikan surat izin resmi ketidakhadiran kepada DPR untuk rapat konsultasi ketiga Pansus RUU BPJS dengan pemerintah yang dijadwalkan pada Rabu (19/1) malam.

Menurut Surya, delapan menteri yang mangkir adalah Menko Kesejahteraan Rakyat, Menteri Kesehatan, Meneg PPN/Kepala Bappenas, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, Meneg Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Meneg BUMN dan Menteri Keuangan.  "Ketidakseriusan pemerintah membahas ini bukti pengabaian pemerintah," jelasnya.

Surya menjelaskan, pemerintah tidak serius merespon RUU usul inisiatif DPR tentang BPJS dengan tidak memberikan Daftar Isian Masalah (DIM) yang jelas bagaimana  negara akan memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sesuai amanat UUD 1945 dan UU 40/2004 tentang SJSN.

Surya menyatakan, jika pembahasan terkait BPJS ini berlarut-larut maka Fraksinya akan menggunakan Hak Interpelasi dan Hak Angket untuk melakukan penyelidikan lebih dalam. "Tujuannya untuk memperoleh fakta penyebab sesungguhnya keenganan pemerintah mengimplementasikan SJSN," tuturnya.

Perdebatan muncul saat pemerintah menginginkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) direvisi, sebagai konsekuensi dari permintaan pemerintah yang menginginkan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) hanya bersifat penetapan. Hal ini seperti tertuang dalam poin tiga surat jawaban Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM tertanggal 12 Januari 2011.

"Dengan demikian, dalam hal akan dilakukan pengaturan mengenai tata kelola, tujuan dan fungsi maupun hubungan antar kelembagaan BPJS, maka pengaturan tersebut hendaknya dituangkan dalam bab yang khusus mengatur tentang BPJS dalam UU SJSN," menurut isi surat yang ditandatangani Menkum HAM, Patrialis Akbar dan Menteri Keuangan, Agus Martowardoyo itu.

Namun, Pakar Hukum Erman Rajagukguk dan Irman Putra Sidin menyatakan RUU BPJS bukan sekedar RUU yang berisi penetapan (besichikking) tetapi juga RUU pengaturan (regeling). Menurut keduanya, RUU BPJS harus menjadi undang-undang yang operasional, tidak boleh menjadi UU yang menghambat implementasi SJSN.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement