REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sultan Kasepuhan XIV PRA Arief Natadiningrat menyatakan, tidak ada pelanggaran konstitusi di Daerah Istimewa Yogyakarta yang bertentangan dengan demokrasi khas Indonesia.
"Tidak ada sistem monarki di Republik Indonesia. Baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten dan kota," kata mantan Pimpinan Panitia Ad-hoc (PAH) I (Bidang Pemerintahan) DPD RI periode 2004-2009 ini di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, eksistensi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dibawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X selama ini sama sekali tidak melanggar konstitusi. "Ini fakta dan sekaligus ada landasan de jure-nya. Karena, disebutkan dalam Undang Undang Dasar 1945 yang merupakan Konstitusi kita, bahwa pemilihan gubernur, bupati, walikota dipilih secara demokratis," ujarnya.
Artinya, demikian Sultan Arief Natadiningrat, semua kepala daerah itu secara demokratis dapat dipilih langsung, atau melalui DPRD, atau dengan musyawarah mufakat sebagaimana nilai-nilai luhur demokrasi khas Indonesia yang dijamin konstitusi.
Sultan Kasepuhan Cirebon ini menambahkan, penentuan Gubernur Yogyakarta itu merupakan hasil musyawarah mufakat bangsa yang dituangkan secara resmi dan legal dalam Undang Undang Keistimewaan Yogyakarta. "Itu ada ketentuannya yang legal dan sah secara konstitusional," katanya.
Ia menjelaskan, jabatan gubernur oleh Sultan itu seumur hidup, lalu setelah dua kali terpilih, kemudian yang menjadi pejabat ialah wakil, atau digantikan isterinya, atau digantikan anaknya.
"Itu begitu. Kita jangan sekali-sekali melupakan sejarah, bahaya ini bangsa," tandasnya.
Dikatakan, demokrasi pun berjalan bagus di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebagaimana di beberapa daerah dengan kekhususan atau keistimewaan lainnya, termasuk Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, wilayah Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang malah dimungkinkan memiliki partai-partai lokal.
"Di DIY juga ada partai, ada DPRD ada APBD yang disahkan DPRD. Jadi bukan monarkhi itu. Itu sudah berlangsung sejak awal Kemerdekaan RI. Dan itu telah dicanangkan melalui musyawarah mufakat sejak kepemimpinan Bung Karno (Presiden I RI)," katanya.
Ia meminta Pemerintah mempertahankan keistimewaan Yogya karena itu merupakan amanah dari zaman Bung Karno.