REPUBLIKA.CO.ID, ANYER--Sudah menjadi tradisi jika masyarakat Indonesia -terutama warga Jakarta yang berasal dari daerah- kembali ke kampung halaman saat Hari Raya Idul Fitri atau lebaran tiba. Beragam moda transportasi digunakan.
Nah, pengguna jalan darat, terutama kendaraan umum dan pribadi, tentu akan melalui Jalan Anyer bagi yang hendak menyeberang ke Sumatera atau jalan raya Pantura bagi yang hendak menuju pesisir utara Jawa dan daerah-daerah di Jawa Tengah dan Timur. Tapi tahukah Anda, kalau kedua jalur tersebut merupakan jalan Daendels.
"Mungkin, gubernur Jenderal Batavia kala itu, Herman Willem Daendels tidak pernah menyangka jalan yang dibuatnya guna menangkal serangan Inggris kini menjadi jalur mudik. Jalan Daendels merupakan jalur utama tersibuk saat mudik lantaran dilewati jutaan jiwa," ungkap Alwi Shahab, pemerhati sejarah Jakarta kepada peserta melancong acara Bareng Abah Alwi edisi ‘Menelusuri Jalan Daendels’, Ahad (20/3).
Abah Alwi, demikian sapaan akrabnya, menjelaskan, dahulu jalan Daendels digunakan sebagai jalan pos yang menghubungkan antardaerah di Pulau Jawa. Jalan itu dimaksudkan guna menjaga kordinasi guna menangkal serangan Inggris. Setiap jalan menurut abah memiliki tempat pergantian kuda. Melalui jalan itu, jarak Batavia menuju Surabaya hanya membutuhkan waktu 6 hari, padahal sebelum dibangun jalan dibutuhkan waktu berbulan-bulan.
"Jalan Daendels itu belumlah aspal seperti sekarang melainkan bebatuan yang dari sungai dan gunung yang diangkut oleh sapi dan kerbau. Jalan ini begitu panjang hingga menembus pegunungan, hutan belantara, jurang terjal, pantai yang panjang dan lembah yang membentang. Kalau melihat sekarang kondisinya sangat berbeda, kini kiri kanan jalan berdiri bangunan pabrik dan perniagaan. Jalannya pun banyak rusak-rusak lantaran jalan Daendels digunakan sebagai jalur mudik dan wisata," cerita Abah.