REPUBLIKA.CO.ID,TRIPOLI - Di luar gedung kokoh yang tak mudah ditembus di kompleks Muamar Qadafi, kekurangan bahan bakar minyak. Antrian tanpa ujung menambah suram keadaan kota yang sudah berpekan-pekan dirongrong konflik.
Pasukan pemberontak bergerak maju dengan cepat ke arah kubu terbesar Qaddafi. Rakyat biasa di ibukota Libya, Tripoli, tak peduli apa pun pandangan politik mereka. Mereka hanya menkhawatirkan terhadap apa yang bakal terjadi.
Warga Tripoli hidup di tengah dentuman suara ledakan dan tembakan senjata antipesawat saat serangan udara Barat berlanjut. Kenyataan baru telah membuat sebagian warga berani menyampaikan kekecewaan mereka secara terbuka.
"Situasi bertambah buruk dan parah. Saya orang yang sederhana. Saya tak tahu mengapa," kata Radwan, pria berusia 40 tahun, saat mengantri untuk membeli bahan bakar di satu stasiun pompa bensin di Tripoli tengah.
Di satu stasiun pengisian bahan bakar di Tripoli, ratusan kendaraan membentuk antrian lebih dari satu kilometer pada Ahad (27/3). Pengendara yang sudah kelelahan itu menunggu selama berjam-jam untuk mengisi tangki kendaraan mereka. Satu tanda sementara di stasiun pompa bensin lain bertuliskan, "Tak ada bensin hari ini. Cuma Tuhan yang tahu kapan (ada lagi)."
Kebanyakan orang menunggu dengan sabar. Sementara, mesin kendaraan mereka dimatikan. Sebagian duduk di bawah bayang-bayang pohon besar sambil merokok.
Satu mobil kehabisan bahan bakar di tengah jalan raya pantai. Sekelompok pejalan kaki membantu pengemudi mendorong kendaraan itu.
Pemandangan serupa terjadi di beberapa bagian lain Tripoli dan kota kecil yang berdekatan. Jaringan pasokan kebutuhan pokok telah terganggu oleh berpekan-pekan pertempuran. Arus pengungsi ke luar Libya membuat toko roti tak memiliki tenaga kerja untuk membuat cukup banyak roti.
Libya adalah salah satu pengekspor minyak OPEC dan memiliki pengolahan atau pengilangan sendiri. Tapi, sektor itu telah sangat terganggu oleh konflik. Banyak prasarana kilang minyaknya telah rusak dan produksi minyak telah merosot tajam.
Stasiun TV negara telah menjamin rakyat bahwa cadangan bahan bakar mencukupi. Tapi, seorang pejabat bidang energi mengakui kepada Reuters pekan lalu bahwa Libya perlu mengimpor lebih banyak pasokan untuk mengatasi kekurangan tersebut.