REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (1/6), kembali menggelar sidang kasus cek pelawat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK meminta majelis hakim untuk menghukum empat orang terdakwa dari PDI Perjuangan.
"Menyatakan terdakwa Agus Condro, Max Moein, Rusman Lumbantoruan dan Williem Max Tutuarima terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar salah satu anggota JPU, Riyono saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/6),
Meski mereka masuk dalam satu berkas penuntutan dam dijerat dengan pasal yang sama yaitu pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor, namun JPU membedakan tuntutan hukuman antara Agus dengan tiga terdakwa lainnya. Agus hanya dituntut 1,5 tahun hukuman penjara dan membayar uang denda sebesar Rp 50 juta subsidair tiga bulan kurungan.
Ada beberapa sebab yang membuat tuntutan Agus lebih ringan dari yang lainnya. Yaitu, Agus dianggap berjasa dalam kasus ini karena ia adalah seorang whistle blower atau pelapor. Selain itu, Agus belum pernah dihukum, berkelakuan baik selama persidangan, menyesali perbuatannya, dan sudah mengembalikan uang yang diperolehnya dari hasil korupsi ke negara melalui KPK.
Berbeda dengan Agus, Moein, Willem dan Rusman justru dituntut lebih tinggi dari dari Agus. Untuk Max dan Rusman, penuntut umum meminta majelis hakim menjatuhkan pidana 2,5 tahun penjara serta denda Rp 50juta subsidair 3 bulan kurungan.
Moein dan Rusman dianggap tidak pernah menyesali perbuatannya. Mereka berdua juga tidak berniat mengembalikan uang yang diperoleh dari hasil kejahatan mereka ke negara melalui KPK.
Moein dan Rusman juga dikenakan pidana tambahan berupa perampasan uang dan barang senilai Rp 500 juta yang dimilikinya. Sedangkan Willem dituntut 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan.
Seperti diketahui, mereka berempat adalah sebagian dari 25 orang mantan anggota DPR RI Periode 1999-2004 yang terlibat kasus cek pelawat. Mereka diduga menerima suap berupa cek pelawat terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom pada 2004 lalu.