REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tak ingin terganggu tayangan horor, kekerasan, dan seks selama bulan Ramadhan? "Caranya sederhana, matikan televisi atau pindah channel lain," papar Ketua MUI Bidang Komunikasi Sinansari Encip, saat berdialog bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, di gedung MUI Pusat, Jakarta, Kamis (27/7).
Dikatakan Encip, teknologi TV membuat proses komunikasi menjadi massifikasi, massal yang luar biasa. Kondisi itu membuat kebanyakan pemirsanya adalah massa pasif. Mereka ini tidak bisa berinteraksi secara intens dengan media. "Karena itu, khalayak harus pandai-pandai menyaring tontonannya," kata dia.
Ketua KPI Pusat, Dadang Rahmat Hidayat mengatakan tayangan yang baik seharusnya tidak perlu menunggu momentum ramadhan. Karena itu, KPI melihat pentingnya komitmen dari lembaga penyiaran atas produk yang dihasilkan. Tanpa perlu memperdebatkan hal-hal normatif.
"Kita punya LSF, sensor yang utama berasal dari lembaga penyiaran publik itu sendiri," kata dia.
Dikatakan Dadang, sebagian program televisi yang banyak dipersoalkan adalah program non faktual, terutama menyangkut masalah kekerasan."Kekerasan masih menjadi perhatian utama KPI karena intensitasnya masih tinggi," kata dia.
Yang aneh, kata Dadang, masalah seks tidak lagi terlalu banyak dikritisi masyarakat. Dari fakta itu, KPI memiliki dua pertimbangan yakni lembaga penyiaran telah mematuhi atauran atau masyarakat sudah terbiasa dengan tayangan seks. " Ya , kami juga bingung," kata dia.
Terkait, tayangan Ramadhan, pihaknya telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada seluruh lembaga penyiaran. Intinya, kata Dadang, seperti tahun sebelumnya dimana KPI akan memantau program siaran ramadhan dan segera menganalisasi berdasarkan pantauan. "Kami masih melihat beragam pelanggaran, terutama saat sahur, dengan banyolan-banyolan berlebihan," tambahnya.