REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kongres Rakyat Papua III yang digelar pada Rabu sore, (19/10) dianggap tidak mewakili seluruh rakyat Papua.
“Itu hanya kelompok kecil. Saya menyebutnya barisan sakit hati,” kata tokoh Muslim Papua, M Zaaf Fadhlan Rabbani Al-Garamatan, saat dihubungi Republika, Kamis (20/10).
Ia malah mempertanyakan tujuan kongres yang dilakukan. Menurutnya, kelompok-kelompok itu seringkali dimanfaatkan oleh elit politik untuk memperoleh uang dan kekuasaan. "Seharusnya, rakyat Papua berterima kasih karena sudah mulai hidup lebih baik di tanah sendiri," ujarnya.
Menurut Fadhlan, salah satu faktor pemicu munculnya aksi makar di Papua tak lain karena kesejahteraan. Tetapi, pemerintah pusat sudah mulai memerhatikan Papua dengan dana otonomi khusus (otsus) yang sangat besar. Pertanyaannya, lanjut dia, dana tersebut lari kemana?
Seharusnya, dana otsus itu bisa dimanfaatkan pemerintah daerah untuk mensejahterakan masyarakat Papua. Sehingga keinginan untuk memerdekakan diri dan keluar dari NKRI tidak selalu mencuat dan menjadi masalah rutin. “Dana otsus untuk Papua itu sangat besar. Seharusnya bisa memberikan dampak yang positif,” kata Tokoh Perubahan Republika 2011 ini.
Fadlan menegaskan bahwa NKRI adalah harga mati. Jadi, pihak yang melakukan tindakan makar bertentangan dan melanggar aturan NKRI. Tetapi, di saat yang sama, ia pun meminta agar pemerintah pusat tidak melupakan Papua terlalu lama.
“Pemerintah pusat jangan melupakan orang Papua ini, jangan terlalu lama membiarkan. Sesekali perhatikan Papua secara utuh. Jangan melihat hanya dengan mata kiri, tetapi lihatlah seluruh potensi hingga nilai NKRI benar-benar ada di jiwa,” katanya.