REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kuasa Hukum Paskah Suzeta dan kawan-kawan, Otto Cornelis Kaligis memprotes keras perlakuan tidak manusiawi dan adil Menkum HAM Amir Syamsuddin maupun Denny Indrayana. Pasanya perintah lisan kebijakan moratorium remisi dianggap telah menghambat pembebasan Paskah.
"Hanya berdasarkan perintah lisan, kemerdekaan klien saya telah dirampas haknya, sedangkan terpidana lainnya bisa bebas dan lolos dari moratorium remisi. Karena itu, apa yang dilakukan Menkum HAM adalah kejahatan jabatan sebagaimana diatur dalam Bab XXVIII KUHP, khususnya Pasal 421 KUHP, dimana penguasa tidak diperkenankan untuk menabrak Undang-undang," kata OC Kaligis kepada wartawan di Jakarta, Selasa (15/11).
OC Kaligis mendatangi DPR untuk mengirimkan surat protes kepada Komisi III DPR terkait moratorium remisi ini. Sebelumnya Paskah Suzetta dan kawan-kawan batal keluar penjara setelah adanya kebijakan moratorium remisi.
Paskah harusnya pada 30 Oktober 2011 telah keluar penjara namun batal akibat adanya moratorium remisi yang dikeluarkan pemerintah. Menurut OC Kaligis, kebijakan moratorium yang dilakukan Menkum HAM maupun Wakil Menteri Hukum dan HAM bukan saja menyalahi peraturan hukum yang berlaku, tapi juga menyesatkan.
Menyesatkan karena moratorium itu melanggar Undang-undang yakni UU No.12/1995 tentang Pemasyarakatan, KUHAP, UU Remisi yang mengadopsi konvensi PBB tahun 1995 karena Indonesia menganut teori rehabilitasi bukan "deterrence effect theory".
"Karena itu, saya minta Komisi III DPR segera meminta pertanggung jawaban Menkum HAM agar mentaati peraturan yang berlaku dan tidak merampas hak klien kami menjalankan keputusan pembebasan bersyarat, asimilasi dan segala sesuatu yang menyangkut pengurangan hukuman," katanya.
OC Kaligis menilai, kebijakan Menkum HAM yang menabrak peraturan perundang-undangan merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum dan bentuk kesewenang-wenangan seorang menteri yang nantinya bisa dibatalkan secara otoriter oleh Menkum HAM lainnya.
"Seorang Denny Indrayana yang tadinya sebagai aktivis LSM Pukat yang sering menyerang pemerintah, sekarang berbalik memuji-muji pemerintah dengan gebrakan yang keliru berupa moratorium remisi. Jadi jelas, apa yang dilakukannya hanya untuk kepentingan pencitraan, bukan melakukan penegakan hukum sebagaimana yang diharapkan," tegas OC Kaligis.
OC Kaligis juga menjelaskan, kliennya yang terkena kebijakan moratorium saat ini berada di tiga LP, yakni Paskah Suzetta, Bobby Suhardiman, Ahmad Hafiz Zawawi di Lp Cipinang, Hengky Baramuli dan Max Moein di LP Salemba dan Engelina Patiasina, Ni Luh Mariani Tirtasari dan Budiningsih di LP Pondok Bambu.
Sedangkan terpidana lainnya seperti Baharudin Aritonang, Asep Ruchimat Sujana, TM Nurlif dan Reza Kamarullah yang ditahan di LP Salemba lolos dari kebijakan moratorium remisi.
"Seharusnya Paskah dkk telah dibebaskan pada 30 Oktober, tapi tertunda karena adanya perintah lisan. Padahal, berdasarkan keputusan Menkum HAM tertanggal 12 Oktober 2011 dan tertanggal 4 November 2011 di LP Cipinang, seharusnya setelah menjalani asimilasi dan dibebaskan seperti rekan-rekannya di LP Salemba," katanya.
OC Kaligis mengaku sudah mengirimkan surat ke Menkum HAM pada 2 November lalu dan menanyakan masalah tersebut, bahkan kebijakan moratorium seharusnya tidak berlaku surut.
Selain itu, dirinya juga mempertanyakan perlakuan diskriminatif moratorium remisi hanya diberikan pada waktu lebaran dan tidak di waktu natal. "Kebijakan ini membuktikan masih adanya diskriminasi agama di Negara Pancasila yang seharusnya menghormati kedudukan agama secara setara, menyebabkan remisi yang hanya diberikan saat lebaran, sedangkan perayaan natal tidak," katanya.