REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus pembelian saham PT Garuda Indonesia, Muhammad Nazaruddin, memastikan ia tidak membeli saham-saham BUMN lainnya. Nazaruddin mengaku hanya membeli saham Garuda.
"Untuk saham, Garuda saja," kata Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (17/2), sebelum sidang kasus suap Wisma Atlet SEA Games.
Nazaruddin menganggap penetapan status tersangka oleh KPK karena ia dijadikan sasaran tembak pada rangkaian kasus suap Wisma Atlet. Mantan Bendahara Umum Demokrat ini menilai alasan KPK menetapkan status tersangka pada dirinya itu tidak tepat.
"Kalau memang saya dinyatakan bersalah menerima uang terkait Wisma Atlet itu Rp 4,6 miliar, uang itu kan katanya diterima saya pada 10 Februari 2011. Sedangkan katanya di dalam BAP penyidikan pembelian saham Garuda, pembelian saham itu dilakukan pada tanggal 8 Februari 2011. Ini kan tidak nyambung," kata Nazaruddin.
Muhammad Nazaruddin kembali menjadi tersangka. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini menjadi tersangka terkait pembelian saham PT Garuda. ''KPK menetapkan MN sebagai tersangka terkait pembelian saham PT Garuda,'' ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi, di kantornya, Senin (13/2).
Kesaksian mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup, Yulianis, menyebutkan perusahaan Muhammad Nazaruddin, PT Permai Grup, membeli saham perdana Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar. Pembelian saham tersebut menggunakan keuntungan yang diperoleh Grup Permai dari proyek-proyek pemerintah.
Menurut Yulianis, pada 2010, Permai Grup memperoleh keuntungan sekitar Rp 200 miliar dari proyek senilai Rp 600 miliar. Uang itu dibelikan saham Garuda oleh lima anak perusahaan Permai Grup.