REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kekhawatiran bankir-bankir di Indonesia terhadap krisis utang Eropa saat ini masih tinggi.
Hasil survei Pricewaterhouse Coopers (PWC) International menunjukkan 85 persen bankir nasional masih prihatin dengan ancaman penurunan peringkat kredit berkelanjutan dari bank berskala kecil dan besar di Eropa.
"Peningkatan kredit tersebut tentunya meningkatkan kerentanan di bank-bank Eropa," kata penasihat teknis divisi perbankan Pricewaterhouse Coopers (PwC) Indonesia, Ashley Wood, dalam diskusi Indonesia Banking Survey Report 2012 di Jakarta, Rabu (25/4).
Ashley memaparkan hasil survey didapatkan dari lebih 100 orang eksekutif perbankan senior yang bekerja di sektor perbankan di Indonesia. Pendapat tersebut juga dihimpun lebih dari 60 persen atau sekitar 30 bank teratas (berdasarkan nilai aset) di dalam negeri.
Meskipun sebagian besar responden masih prihatin dengan krisis utang Eropa, namun 95 persen responden tetap optimis untuk perekonomian Indonesia. Responden, kata Ashley, memprediksikan pertumbuhan dua digit untuk pinjaman di Indonesia tahun ini.
Pertumbuhan organik dibandingkan pertumbuhan akuisisi akan terus menjadi pilihan strategis pertumbuhan yang paling disukai responden. Perusahaan kecil dan menengah (UKM) diharapkan menghasilkan pertumbuhan tertinggi dalam penyaluran kredit perbankan tahun ini.
Preferensi responden, kata Ashley, fokus pada sektor UKM dan perluasan jaringan kantor cabang. "Dua hal ini menjadi fokus utama operasional perbankan tahun ini," ujarnya. Sebanyak 39 persen responden berencana mendirikan setidaknya 25 cabang tahun ini. Sedangkan 11 persennya berencana membuka lebih dari 100 kantor cabang.
Dengan pertumbuhan dua digit sektor perbankan, lanjut Ashley, tak heran perekrutan dan retensi SDM menjadi penting. Sebanyak 91 persen responden menyatakan akan menambah jumlah karyawan mereka tahun ini. Sebesar 61 persen responden menganggap karyawan berkualitas penting, terutama di divisi teknologi informasi (IT), divisi pinjaman dan treasury.