REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wa Ode Nurhayati, membantah keterangan saksi yang menyebut pertemuan dirinya di salah satu restoran di Senayan, Jakarta Pusat. Pertemuan itu guna membicarakan alokasi dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) tiga kabupaten di Aceh.
Dalam sidang pemeriksaan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (10/7), Wa Ode Nurhayati juga membantah adanya permintaan "comitment fee" terkait alokasi dana PPID untuk Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah, serta Minahasa. Dia menegaskan tidak ada pembicaraan soal "commitment fee" sekali pun melalui telwpon atau pesan singkat.
Sebelumnya, Haris Surahman yang disebutkan sebagai penghubung Wa Ode Nurhayati dengan tiga pengusaha terkait dana PPID tiga kabupaten Aceh dan satu kabupaten di Sulawesi Utara mengatakan adanya permintaan "commitment fee" Wa Ode Nurhayati sebesar lima hingga enam persen dari total dana PPID yang sekiranya benar dapat dianggarkan oleh DPR.
Menurut Haris, permintaan tersebut sempat juga terlontar oleh terdakwa saat melakukan pertemuan bersama dirinya dan Syarif Achmad di salah satu restoran di Senayan, Jakarta Pusat, pada Oktober 2010. Namun, ternyata alokasi dana PPID ketiga kabupaten di Aceh dan satu di Minahasa tersebut gagal dan Haris mewakili pengusaha Fadh Rafiq yang merasa kecewa melaporkannya pada pimpinan Banggar.
Atas dugaan tindak pidana tersebut, politikus PAN ini ditetapkan tersangka dugaan suap, gratifikasi, sekaligus pencucian uang oleh KPK. Selain kesaksian dari yang disebut sebagai penghubung Wa Ode Nurhayati, kesaksian juga disampaikan staf Wa Ode, Sefa Yolanda.
Wa Ode dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b, pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, dia dijerat dengan pasal pencucian uang dan disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.