REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan memproteksi seluruh saksi dan korban penyerangan di Sampang, Madura. Hal ini dilakukan agar proses hukum terkait penyerangan terhadap warga Syiah tersebut dapat berjalan lancar.
Namun begitu, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai meminta negara juga turut memberi perlindungan bagi warga negaranya. "Perlindungan hukum adalah instrumen paling efektif," ujarnya, Rabu (29/8).
Terjadinya kembali konflik serupa seperti yang terjadi pada Desember lalu (konflik Tajul Muluk), membuktikan bahwa aparat pemerintah gagal menegakkan hukum. Pasalnya berkaca dari kejadian tersebut hanya satu orang yang dijadikan tersangka.
Ditambah lagi, hukumannya dinilai terlalu ringan. "Setelah terjadi pembakaran dan terusirnya ratusan orang, yang diadili hanya satu orang dan hukumannya hanya 3 bulan 10 hari," ujarnya.
Sementara itu, Komisioner Komisi Yudisial (KY) Taufiqqurrahman Syahuri mengatakan akan mendukung siapapun hakim yang nantinya bertugas mengadili kasus ini agar hukuman yang diterima bisa setimpal. "KY akan dukung supaya kejadian tidak terulang lagi di Indonesia," ujarnya.
Ia berharap hakim mampu menghukum seberat-beratnya kasus ini. Pasalnya kasus diskriminasi ini bukan hanya tindak pidana, tetapi juga pelanggaran hak konstitusional warga negara.