REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komnas Perempuan mencatat saat ini di Indonesia, ada sekitar 282 Perda yang masih diskriminasi terhadap perempuan.
Yakni, dalam bentuk pembatasan hak kebebasan berekespresi, tentang aturan berbusana, serta pengurangan hak atas perlindungan dan kepastian hukum akibat kriminalisasi dalam kebijakan daerah tentang prostitusi.
"Selain itu, ada pengabaian hak atas perlindungan lewat kebijakan daerah tentang PRT (pembantu rumah tangga) migran," ujar Executive Director Yayasan Institut Perempuan, R Valentina Sagala, dalam siaran persnya, Jumat (8/3).
Menurut Valentina, pemberlakuan Perda tersebut telah memicu kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan seperti di Langsa, Aceh, seorang perempuan diperkosa Polisi Syariat ketika korban ditahan.
Kemudian, kata dia, pada 2012, karena malu atas stigma negatif, seorang perempuan remaja bunuh diri setelah menjadi korban salah tangkap akibat pemberlakuan Perda.
Korban lainnya, meninggal pada 2008, akibat depresi atas peristiwa salah tangkap pemberlakuan Perda Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran.
Selain masih ada Perda yang diskriminasi terhadap perempuan, Valentina meminta agar pemerintah dan DPR merevisi undang-undang yang diskriminatif terhadap perempuan, khususnya UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Agar, sejalan dengan prinsip dan penghormatan hak asasi perempuan, dalam rangka Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada hari ini.
"Kami meminta agar cabut Peraturan Perundang-undangan Diskriminatif untuk Akhiri Kekerasan, Diskriminasi, dan Pemiskinan Perempuan," katanya.
Hal tersebut, kata Valentina, sejalan dengan seruan PBB pada Hari Perempuan Sedunia 2013 yang menyuarakan 'Promise is Promise: Time for action to end violence against women.'