REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra Utama 5 membantah telah melakukan penyelewengan dana. Mereka menilai apa yang diungkapkan anak-anak panti dalam video yang beredar luas di You Tube tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Kepala PSAA Putra Utama 5 Kismoyohadi mengatakan tidak ada pengurus panti yang menyelewengkan uang saku anak panti. Menurut dia, memang benar uang saku bagi anak panti yang duduk di bangku SMA Rp 15 ribu per hari.
Namun, uang yang diberikan pada anak hanya Rp 8.000 per hari. Sebab, sisa uang yang Rp 7.000 dimasukkan ke dalam tabungan anak-anak.
Kismoyohadi mengungkapkan tabungan itu memang sengaja tidak diberitahu ke anak-anak. Dia khawatir jika anak-anak tahu mereka punya tabungan, mereka akan boros.
"Uang itu bisa dipakai untuk bekal mereka ketika sudah lulus dari panti," kata Kismoyohadi ketika ditemui Republika di Jakarta, Selasa (23/4).
Untuk membuktikan omongannya tersebut, Kismoyohadi bahkan menunjukkan kepada Republika saldo dalam buku tabungan anak-anak panti.
Dia juga membantah bila dikatakan pihak panti menjual ponsel milik anak-anak yang terkena razia. Kepada Republika, Kismoyohadi juga menunjukkan tiga kardus berisi ponsel milik anak-anak. Ponsel itu, lanjut dia, akan dikembalikan ketika mereka lulus.
Mengenai uang keperluan sekolah yang telat dibayar, Kismoyohadi memang mengakui hal tersebut. Sebab, kata dia, anggaran dari pemerintah DKI Jakarta baru turun pada akhir Maret.
Kismoyo juga membantah dugaan penggelembungan jumlah anak panti. Dia mengatakan, jumlah anak panti memang sangat fluktuatif. Sebab, sewaktu-waktu pihak kepolisian dapat mengirimkan anak-anak jalanan yang terkena razia.
Seperti diketahui telah beredar enam buah video di YouTube yang berisi pengakuan anak-anak dari Panti Sosial Asuhan Anak (PSSA) Putra Utama 5. Dalam video tersebut, mereka mengaku diminta untuk menandatangani surat tanda terima uang saku sebesar Rp 15 per hari. Namun, pada kenyataannya mereka hanya menerima uang saku Rp 8.000 saja.
Selain itu, dalam video yang berjudul 'Bukti buat pemerintah Jakarta' tersebut, mereka juga mengaku pihak panti belum juga membayarkan keperluan sekolah mereka, seperti seragam olahraga dan buku-buku sekolah.