REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Bangsa ini dinilai tengah menghadapi persoalan distorsi demokrasi. Masyarakat mulai mengabaikan hakikat proses demokrasi demi keberlangsungan tujuan reformasi.
Gejala ini dapat dilihat dari cara-cara praktis masyarakat dalam melihat dan memaknai proses demokrasi yang sejatinya merupakan proses untuk menentukan masa depan bangsa ini.
Hal ini disampaikan oleh Pengamat Politik Universitas Diponegoro (Undip), Drs Turtiyantoro MSi pada acara dialog ‘Pilgub Jateng Kurang Grengseng’ di Best Western Star Hotel, Semarang, Senin (13/5).
Menurut Turtiyantoro, banyak orang berprinsip hak yang mereka miliki bisa ‘dijual’ atau dihargai dengan duit. Bahkan gejala ini sudah terasa di level pemilihan kepala desa.
Padahal --dalam kehidupan berdemokrasi - menggunakan pilihannya merupakan hak sebagai warga negara, guna menentukan pemimpin serta masa depan bangsa ini.
Distorsi telah membuat sebagian masyarakat memilih cara- cara praktis dalam berdemokrasi. Karena pesta demokrasi telah dikonotasikan sebagai sebuah hajat pesta yang sesungguhnya.
Hingga tak jarang, orang cenderung mengabaikan hak- haknya –seperti tidak memilih- jika tidak ada duitnya. “Ini sudah marak terjadi di tengah- tengah kita,” jelasnya.
Menurutnya, distorsi demokrasi yang tengah terjadi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Butuh langkah- langkah edukasi dan penyadaran kembali tentang pentingnya menggunakan hak-hak demokrasi.