REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana DPRD DKI Jakarta menggunakan hak interpleasi kepada Gubernur Joko Widodo dinilai sebagai hal yang wajar. Sesuai dengan pasal 27 UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
"Hal ini sudah diatur oleh undang-undang," kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, kepada Republika di Jakarta, Ahad (26/5).
Ia menjelaskan sesuai pasal tersebut DPRD memiliki fungsi untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan daerah. Penggunaan hak interpelasi adalah salah satu caranya.
Jika hak ini diartikan hanya sebatas mempertanyakan kinerja gubernur, Zuhro menilai itu sebagai hal yang biasa. "Gubernur tinggal menjelaskan persoalannya kepada DPRD sesuai data dan fakta yang ada saja," ujarnya.
Namun, Zuhro mengingatkan penggunaan hak interpelasi menjadi tidak biasa jika dipolitisasi oleh pihak pihak tertentu atau diarah-arahkan untuk impeachment gubernur. Untuk itu, publik harus dapat melihat masalah ini secara jernih.
Sebelumnya, sempat beredar kabar DPRD DKI akan menggunakan hak interpelasi untuk menjatuhkan Joko Widodo alias Jokowi. Isu ini berkembang menyusul mundurnya 16 rumah sakit di Jakarta dalam program Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Terkait masalah tersebut, Zuhro berpendapat tak ada alasan yang tepat untuk memakzulkan Jokowi. Dalam pasal 29 UU No 32/2004 disebutkan kepala daerah hanya diberhentikan karena beberapa alasan tertentu.
Diantaranya adalah meninggal dunia, terbukti melanggar melanggar hukum pidana, melanggar sumpah jabatan, meresahkan masyarakat atau mengganggu stabilitas daerah. Dalam hal ini, ia mencontohkan kasus Aceng Fikri.
Selain meresahkan masyarakat, bupati Garut itu juga jelas-jelas terbukti menistakan wanita, sehingga ia layak diberhentikan. Karenanya, DPRD Garut punya alasan kuat mengajukan gugatan ke MA untuk memakzulkan Aceng.
Sementara untuk masalah KJS tersebtu, Zuhro tidak melihat adanya unsur yang memenuhi untuk dilakukannya impeachment terhadap Jokowi.
"Karena programnya bagus, yaitu untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh layanan masyarakat. Cuma masalahnya, apakah APBD bisa cover itu semua? Ini yang harus dijelaskan," tuturnya.