REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hilangnya empat koleksi emas yang merupakan benda bersejarah di Museum Nasional merupakan suatu kelalaian yang seharusnya tidak terjadi.
Peristiwa hilangnya sejumlah koleksi emas di Museum Sonobudoyo Yogyakarta beberapa tahun lalu, harusnya menjadi pelajaran agar pemerintah lebih peduli pada museum terutama masalah keamanannya.
Koordinator Masyarakat Advokasi Budaya (Madya), Johannes Marbun, mengaku sangat terkejut, prihatin sekaligus kecewa mendengar kabar tersebut.
"Kasus Museum Nasional ini menunjukkan pemerintah tak pernah belajar dari kasus Museum Sonobudoyo," ujarnya, saat dihubungi, Jumat (13/9).
Joe, demikian dia akrab disapa, mengatakan berulangnya kejadian beberapa koleksi museum raib, menunjukkan kelemahan dan kesadaran pemerintah yang tidak ada, tentang pentingnya mengelola dan melestarikan warisan budaya bangsa.
Pencurian empat lempengan emas di Museum Nasional, menurut Joe, sangat mirip dengan yang terjadi di Museum Sonobodoyo. Namun diakuinya, pencurian koleksi di Museum Sonobudoyo merupakan yang terbesar sepanjang sejarah pencurian museum, karena ada 75 koleksi emas yang hilang.
Joe mengatakan, benda yang dicuri sama-sama berbahan emas, CCTV tidak berfungsi saat kehilangan terjadi. Selain itu, juga tidak ada satupun saksi mata dari pihak keamanan.
Dia menyayangkan pengamanan yang konon super ketat, nyatanya bisa kebobolan juga. Menurut Joe, pencurian yang terjadi menunjukkan aksi tersebut sudah direncanakan dengan baik.
"Pelaku sangat mengetahui bagaimana sistem keamanan di museum tersebut," ujarnya.
Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidian dan Kebudayaan, Kacung Marijan mengatakan, empat lempengan emas yang hilang adalah peninggalan dari abad ke 10. Jika dirupiahkan, emas yang hilang tersebut ditaksir bernilai miliaran rupiah.
"Tapi sebagai benda bersejarah, makin tua usianya, itu semakin tinggi nilainya," ujar Kacung.