REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera membentuk Majelis Kehormatan. Langkah ini dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Ketua MK, Akil Mochtar (AM).
Wakil Ketua MK, Hamdan Zoelva mengatakan, pihaknya akan menghimpun informasi seputar penangkapan pimpinan lembaganya. Selagi menunggu perkembangan, menurut dia, MK akan membentuk Majelis Kehormatan.
"Dalam rangka untuk memeriksa kasus ini," kata Hamdan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (3/10) dini hari WIB.
Hamdan mengatakan, Majelis Kehormatan terdiri dari beberapa unsur. Majelis itu beranggotakan salah satu hakim MK, salah satu pimpinan Komisi Yudisial, mantan pimpinan lembaga negara, mantan hakim MK, dan guru besar senior bidang hukum. Majelis Kehormatan ini akan mengurus masalah etik. Sementara untuk proses hukum Akil, MK menyerahkan sepenuhnya pada KPK.
Menurut Hamdan, pihaknya sedang melakukan koordinasi untuk mencari nama-nama yang tepat untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan. Ia mengatakan, MK akan mengumumkan ketika majelis itu sudah terbentuk.
Sementara itu, untuk pengurusan perkara di MK, Hamdan mengatakan, akan berjalan seperti biasanya. "Kami akan koordinasikan," kata dia.
KPK menangkap Akil pada Rabu (2/10) sekitar Pukul 22.00 WIB di kediamannya Kompleks Widya Chandra, Jakarta. Juru Bicara KPK Johan Budi menyebut di tempat itu petugas juga mengamankan anggota DPR berinisial CHN dan satu orang lainnya berinisial CH yang diduga pengusaha.
Selain itu, petugas KPK juga mengamankan dua orang lainnya di salah satu hotel di Jakarta Pusat. Mereka adalah kepala daerah berinisial HB dan satu orang lainnya, DH.
Dalam penangkapan ini, KPK mengamankan barang bukti uang dolar Singapura dari kediaman di Widya Chandra. Berdasarkan informasi sementara, jumlahnya sekitar Rp 2-3 miliar. Diduga uang itu diberikan oleh CHN dan CN kepada AM.
Pemberian uang ini diduga terkait dengan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas. Saat ini, KPK masih memerika kelimanya. "Status lima orang ini masih terperiksa," kata Johan.