REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Penemuan narkoba di ruang kerja Ketua non-aktif Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dinilai bukan disebabkan sistem pengawasan ruang hakim MK yang lemah. Menurut Ketua MK 2003-2008, Jimly Asshiddiqie, itu disebabkan karena perilaku penggunanya.
"Jadi, orangnya yang ditindak. Jangan ruangan dan sistemnya yang dipersalahkan," kata Jimly di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Jumat (4/10).
Dia mengatakan penemuan narkoba di ruang kerja Ketua MK menunjukkan Akil Mochtar telah terbiasa menggunakan obat terlarang itu. "Kalau begitu, dia bukan pengguna baru. Itu berarti dia sudah konsumen," kata Jimly.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (DKPP) itu mengatakan penemuan narkoba di ruang kerja Akil menunjukkan sistem rekrutmen hakim konstitusi di MK perlu diperbaiki.
"Harus dipertimbangkan tes kesehatan yang komprehensif, tidak hanya di MK, tapi juga Mahkamah Agung, DPR, dan presiden," ujarnya. Meski Jimly menambahkan dugaan suap terhadap Ketua non-aktif MK, Akil Mochtar, tidak berarti hakim lain di MK juga menerima suap. "Kita harus selamatkan MK karena keberadaannya penting dalam menjaga sistem demokrasi konstitusional," ucapnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui telah menemukan narkoba jenis ganja dan pil ekstasi dalam penggeledahan ruang kerja Ketua non-aktif Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Kamis (3/10).