Senin 16 Dec 2013 15:49 WIB

MK Kuatkan Keputusan KPU Tegal

  Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)  Hamdan Zoelva bersama anggota Hakim MK lainnya. (Republika/ Tahta Aidilla)
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva bersama anggota Hakim MK lainnya. (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menguatkan Keputusan KPU Kota Tegal yang menetapkan Siti Masitha-Nursholeh sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tegal terpilih, dengan menolak permohonan dugaan pelanggaran pilkada di kota tersebut.

"Mahkamah mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Jakarta, Senin (16/12). Hamdan yang didampingi enam orang hakim konstitusi menyatakan dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Hakim Konstitusi Muhammad Alim dalam membacakan pertimbangan mahkamah menyatakan bahwa dalil-dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum, misalnya kampanye hitam dengan menggunakan selebaran gelap, serta penyebaran uang palsu pecahan Rp20.000 yang ditudingkan pemohon dilakukan pihak terkait tidak terbukti.

"Pihak terkait telah membantah dalil pemohon dan menyatakan bahwa selebaran gelap itu pun sudah dilaporkan dan kasusnya diputuskan tidak cukup bukti. Mahkamah menilai benar adanya kampanye hitam itu berdasarkan keterangan saksi, namun tidak diketahui siapa yang menaruh selebaran tersebut sehingga tidak kuat bukti," kata Muhammad Alim.

Perkara sengketa Pilkada Kota Tegal diajukan pasangan nomor urut 1 Ikmal Jaya-Edy Suripno. Dalam permohonan yang dibacakan Selasa (3/12) pemohon menyampaikan keberatannya atas pelanggaran yang dinilai telah dilakukan KPU Kota Tegal selama pelaksanaan pilkada.

Pelanggaran tersebut antara lain keterlibatan anggota KPPS sebagai tim pemenangan pasangan calon nomor urut 3 (Siti Masitha-Nursholeh). Selain itu, adanya pemilih di daerah-daerah basis pemilih potensial pemohon yang tidak mendapatkan surat undangan dan kartu pemilih, sehingga tidak bisa datang ke TPS.

Tak hanya itu, pemohon juga keberatan atas kurangnya sosialisasi tentang tata cara pemberian suara sah, sehingga berakibat pada tingginya suara tidak sah yaitu sebesar 7,3 persen dari total surat suara digunakan. Sementara itu pemohon juga keberatan dengan berbagai pelanggaran yang dilakukan pasangan Siti Masitha-Nursholeh selaku pihak terkait, seperti tim pemenangan melobatkan ketua dan anggota KPPS, praktik politik uang, dan kampanye hitam.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement