Selasa 03 Jun 2014 13:22 WIB

Pemegang Kartu KPS Berhak Terima Raskin 15 Kg

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja mengangkut beras miskin (raskin) untuk didistribusikan ke warga (ilustrasi).
Foto: Antara/Aco Ahmad
Pekerja mengangkut beras miskin (raskin) untuk didistribusikan ke warga (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) menyatakan setiap masyarakat berpendapatan rendah berhak mendapatkan subsidi beras atau raskin sebanyak 15 kilogram. Namun pada prakteknya, banyak masyarakat yang menerima kurang dari 15 kg.

Kepala Kelompok Kerja Pengendali Klaster I Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Sri Kusumastuti mengatakan, setiap kepala daerah pemegang Kartu Perlindungan Sosial (KPS) memiliki hak mendapatkan jatah raskin 15 kg setiap bulan. Ada banyak hal yang membuat jatah ini berkurang ketika dipantau di lapangan.

Salah satu penyebabnya adalah sistem bagi rata yang dilakukan oleh pejabat terendah di titik distribusi, yaitu di tingkat desa atau RT. "Pembagian raskin kebanyakan dilakukan di rumah kepala desa atau Ketua RT. Ini membuat pembagian tidak optimal karena ada yang menerapkan sistem bagi rata," ujar Sri dalam sosialisasi program raskin di Jakarta, Selasa (3/6).

Pembagian yang tidak rata ini kebanyakan terjadi di perdesaan. Karena kepala desa dipilih oleh masyarakat, ada hubungan emosional antara warga dan kepala desa. Sehingga, warga yang tadinya berhak atas 15 kg hanya menerima kurang dari jumlah tersebut.

Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan sosialisasi yang gencar agar penerima raskin mengetahui hak-haknya. Selain berhak atas 15 kg raskin, warga juga berhak mendapatkan beras medium dengan harga Rp 1.600 per kg.

Hasil pantauan TNP2K juga menunjukkan masih adanya masyarakat kaya yang menerima raskin. Setidaknya ada 12,5 persen penduduk terkaya menerima raskin. Akibatnya, raskin yang dapat dibeli oleh pemilik kartu KPS hanya 4 kg.

TNP2K mengaku terus melakukan pembaruan atas data penduduk yang berhak menerima raskin. Namun, hal ini masih terhambat karena minimnya semangat daerah untuk membuat pembaruan. Selain itu, pejabat daerah setingkat desa dan RT juga cenderung malas melakukan validasi atas warganya.

Validasi paling penting ada di dalam musyawarah desa. Namun, musyawarah desa ini rentan dengan praktek nepotisme. "Ada yang memalsukan berita acara dan proses validasi dilaksanakan tertutup," kata Sri.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement