Kamis 12 Jun 2014 13:03 WIB

Tak Ada Sanksi Polisi Ikut Politik Praktis

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Erik Purnama Putra
Bambang Widodo Umar, Tamrin Amal Tamagola, Febri Diansyah, dan Asep Iwan Iriawan memberikan pernyataan sikap terkait pembocoran informasi Sprindik Anas, Jakarta, Ahad (31/3).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Bambang Widodo Umar, Tamrin Amal Tamagola, Febri Diansyah, dan Asep Iwan Iriawan memberikan pernyataan sikap terkait pembocoran informasi Sprindik Anas, Jakarta, Ahad (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar memaklumi polisi aktif yang ikut terjun berpolitik praktis. Pasalnya, dari awalnya polisi yang dahulu bergabung dengan ABRI (kini TNI) diajarkan tentang ilmu politik.

Dia pun tidak kaget dengan sanksi polisi yang ikut berpolitik tidak akan terlaksana. "Dulu itu yang Kapolwil Banyumas dukung salah satu capres tahun 2004, tidak ada sanksi kan, sampai sekarang tidak ada sanksi," katanya, Kamis (12/6).

Ketika itu, menurut dia, Kapolwil Banyumas Kombes AA Mapparessa diduga mendukung pasangan Megawati-Hasyim Muzadi di Pilpres 2004. Kemudian, ia mendapatkan sanksi berupa pencopotan keanggotaan, hanya dimutasi dan didinaskan sebagai Kabag Renmin Mabes Polri.

Menurut Bambang, Polri memang sulit tidak terlibat di dalam politik. "Ya, karena untuk berkarier dan memangku sebuah jabatan, harus melewati itu (politik)," ujarnya.

Dia mencontohkan, seperti ajudan presiden, kata dia, mereka itu adalah filter untuk melihat kesetiaan seorang pejabat tinggi Polri kepada pemerintah.  Yang diutamakan dalam ajudan itu adalah loyalitas baru profesionalitas mengikuti. Bambang mengatakan, di negera lain sistem seperti ini sudah tidak ada.

"Hanya di Indonesia masih dilestarikan, dan itu produk Orde Baru. Biasanya ketika mereka lepas dari tugas sebagai ajudan, mereka mendapat posisi penting."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement