Kamis 12 Jun 2014 15:06 WIB

(Review Sidang Anas) Dakwaan Soal Konsolidasi Pemenangan Kongres, Anas Anggap Tak Valid

Surat nota keberatan Anas Urbaningrum di sidang Tipikor
Foto: Repro Sadly Rahman/Republika
Surat nota keberatan Anas Urbaningrum di sidang Tipikor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak nota eksepsi yang diajukan terdakwa yang juga merupakan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Hal ini dinyatakan dalam sidang dengan agenda pembacaan tanggapan JPU terhadap nota eksepsi Anas dan tim kuasa hukumnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini.

Dalam nota eksepsi Anas yang diterima ROL, Anas memang mengkritisi nota dakwaan yang disusun tim JPU KPK. Salah satunya soal isi dakwaan yang menyebutkan adanya konsolidasi pemenangan Kongres Partai Demokrat yang dianggapnya tidak valid.

JPU KPK dalam nota dakwaannya menyebutkan adanya penyewaan sebuah apartemen di Senayan City Residence Jakarta yang digunakannya untuk mengumpulkan 513 ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PD. Anas memaparkan peserta kongres ada sebanyak 530 orang, bukan 513 orang seperti yang disebutkan dalam dakwaan.

"Karena itulah adalah hal yang tidak masuk akal jika disebutkan bahwa saya memerintahkan untuk memberikan sejumlah uang kepada para peserta kongres untuk tujuan agar memilih saya. Apalagi data-data tentang jumlah DPC yang bertemu dengan saya, baik di Jakarta maupun ketika silaturahmi ke daerah-daerah, termasuk pemberian sejumlah uang saku kepada DPC dan tim relawan adalah data fiktif yang tidak jelas dan berubah-ubah," jelas Anas.

Selain itu, ia juga membantah terkait isi dakwaan yang menyebutkan keterkaitan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan telah memberikan survei gratis kepada Anas. Menurutnya ia tidak pernah menjanjikan untuk memberikan pekerjaan survei kepada LSI.

Anas berujar, memang benar LSI pernah memberikan bantuan secara sukarela untuknya agar melakukan survei. Namun itu semua, kata dia, tidak atas permintaannya. Pemilik LSI Denny JA lah yang menawarkannya sendiri.

 

“Menjadi aneh dan memaksakan (dakwaan) jika bantuan itu disebut gratifikasi,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement