REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pasangan capres-cawapres terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) sudah membentuk tim transisi yang akan menjadi jembatan dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Di sisi lain, SBY pun membentuk tim serupa.
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia Hamdi Muluk menilai adanya tim transisi ini merupakan terobosan baru, baik dari calon maupun incumbent. Karena, ia menilai, tim seperti ini tidak ada dalam peralihan pemerintahan sebelumnya. "Menurut saya ini sesuatu yang menggembirakan," kata Hamdi dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta, Ahad (10/8).
Hamdi mengatakan, selama ini ada permasalahan ketika terjadi perubahan pemerintahan. Karena calon pemimpin baru tidak mengetahui langsung informasi dari pemimpin sebelumnya. Ia melihat adanya tim transisi dapat mengatasi persoalan itu.
"Dalam perspektif publik ini lebih menguntungkan, ada proses yang lebih kita hemat. Rezim baru bisa menyiapkan dari sekarang," ujar guru besar psikologi Universitas Indonesia tersebut.
Biasanya, Hamdi mengatakan, pemerintahan baru membutuhkan waktu 2-3 bulan untuk mempersiapkan diri pascapelantikan. Ini, menurut dia, merupakan bagian dari masa transisi. Namun dengan langkah Jokowi-JK saat ini, ia melihat proses transisi itu bisa berlangsung lebih awal.
Sehingga, ia mengatakan, ketika pelantikan presiden/wakil presiden pada 20 Oktober, pemerintah bisa langsung bekerja. "Langsung tancap gas," katanya.
Hamdi pun menghargai langkah SBY yang memutuskan untuk membuka komunikasi antara dua tim transisi pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah akan membacakan putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden/Wakil Presiden, 21 Agustus ini. Langkah ini dinilai sebagai tindakan SBY untuk menjaga sisi etis karena masih ada proses hukum yang berjalan.
Namun, Hamdi meyakini selepas MK mengetok palu, SBY akan membuka komunikasi antara tim transisi. Ia menilai, upaya transisi ini memang harus muncul dari pemerintah incumbent dan calon penggantinya. Menurut dia, pola politik ini harus bisa terjaga ke depan.
"Kalau kejadian masih seperti dulu, rezim lama tidak mengajak rezim baru, paling tidak satu dua bulan menghabiskan waktu untuk melakukan transisi," kata dia.
n Irfan Fitrat