Jumat 29 Aug 2014 14:27 WIB

Hakim MK Nasehati Kuasa Hukum Akil Mochtar

Rep: c75/ Red: Muhammad Hafil
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Amin Madani/Republika
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Undang-Undang No 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan pemohon mantan ketua MK, Akil Mochtar, Jumat (29/8). Hakim MK pun banyak memberikan nasehat kepada kuasa hukum Akil Mochtar, Adardam Achyar. 

Dalam persidangan, Hakim MK Wahiduddin Adams memberikan nasehat terhadap permohonan tersebut. Menurutnya, menyangkut kedudukan hukum perlu dipertajam tentang alasan kerugian konstitusonal. “Fokuskan saja pada kerugian konstitusional sehinggga tidak selalu rumit kita pelajari tali temali kaitan hal-hal yang disampaikan,” ujarnya diruang sidang MK, Jumat (29/8).

Selain itu, ia menuturkan posita (dalil) permohonan perlu dipertajam menyangkut pertentangan norma karena yang akan diuji adalah mengenai pertentangan norma.  Serta, permohonan pemohon meminta pasal 76 UU No 8 tahun 2010 sebagai bertentangan bersyarat perlu diperjelas. 

“Ini perlu diperjelas, disebutkan apa yang dimaksud secara bersyarat supaya lebih tegas kita hakim memahaminya,” katanya.

Hakim Aswanto pun memberikan nasehat yaitu agar kedudukan pemohon mesti dielaborasi agar jelas dengan berlakunya norma yang akan diuji maka para pemohon mengalami kerugian atau potensial mengalami kerugian konstitusonal. “Ini yang harus dielaborasi secara konkret,” katanya.

Selain itu, menurutnya menyangkut materi permohonan mengenai frasa patut diduga merupakan isi low enforcement. Sehingga ada yang mengatakan dalam menjatuhkan pidana tidak perlu ada mencreah. 

“Saudara perlu ingat , satu perbuatan dianggap melanggar hukum ketika penuhi dua unsur, pertama fisikal elemen dan unsur kedua mental elemen. Ini yang menurut saya perlu saudara elaborasi lebih konkrit,” katanya.

Ia mengatakan seorang bisa dituntut atau diminta pertanggungjawaban pidana ketika memenuhi dua unsur itu. bahkan ada azas seseorang tidak dapat bersalah, jika dia tidak berhekendak melakukan kesalahan. 

Jadi walaupun dia melanggar norma tapi kalau tidak ada unsur kesengajaan maka secara yuridis tidak boleh diminta pertanggungjawaban,” katanya. 

Terpisah, kuasa hukum Akil Mochtar, Adardam Achyar  mengatakan pihaknya menerima semua catatan nasehat hakim. Serta nasehat sangat relevan dengan kekurangsempurnaan permohonan. 

“Kami menerima semua dengan catatan karena sedari awal kami katakan bisa jadi kami tidak bisa menangkap apabila nanti dalam perbaikan tidak  terakomodasi nasehat hakim semata-mata keterbatasan ilmu pengetahuan kami,” katanya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement