REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengeluarkan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dinilainya nampak sebagai langkah simbolis SBY untuk menegaskan posisi pribadinya dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada).
"Nampaknya, dia ingin tetap mencitrakan dirinya sebagai salah satu tokoh yang dikenang sebagai pembela pemilihan secara langsung. Saya melihat itu lebih ke pencitraan pribadi," kata Firman kepada Republika, Jumat (3/10).
Meskipun menurut Firman, langkah SBY tersebut dinilainya terasa tanggung dan janggal. Dalam hal ini, SBY terkesan membiarkan fraksi partai Demokrat memutuskan walk out saat paripurna pengambilan keputusan RUU Pilkada di DPR.
Di samping itu tuturnya, tidak ada sanksi keras untuk kader yang merencanakan langkah WO tersebut. Kemudian, RUU Pilkada sendiri disahkan oleh DPR dan disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri yang berada di bawah pengawasan SBY. Apalagi menurutnya, SBY secara implisit juga mengatakan pasrah terhadap keputusan DPR nanti.
Meskipun Demokrat kini tampak bergandengan dengan koalisi Merah Putih (KMP) dalam konteks pimpinan DPR, Firman menilai KMP akan menolak Perppu Pilkada. Akan aneh menurutnya, jika KMP setuju dengan Perppu. Karena itu artinya, ujar dia, partai-partai dalam KMP sama dengan menjilat lidah sendiri.
SBY nampaknya akan memaklumi jika KMP menolak Perppu Pilkada tersebut. Bahkan menurutnya, Demokrat tidak akan berbicara banyak seperti posisi partai ini sebelumnya.