REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Terdakwa kasus suap Bupati Biak Nomfur, Teddy Renyut mengakui perbuatannya di depan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Atas pengakuannya ini, Teddy minta kepada Majelis Hakim dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar dijadikan Justice Collaborator .
“Saya mengakui perbuatan saya dan saya sangat menyesal. Saya siap digandeng KPK untuk menjadi Justice Collaborator karena ini melibatkan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT),” ujar Teddy saat membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/10).
Teddy mengatakan, ia tak mengetahui bila pemberian uang kepada pejabat Negara dapat membuat seseorang berhadapan dengan hukum. Ia pun mengaku berterimakasih kepada penegak hukum atas apa yang ia lalui hingga duduk di kursi Pengadiltan Tipikor.
Namun, Teddy menyatakan bahwa keinginannya untuk terlibat dalam proyek pembangunan rekonstruksi tanggul laut (talut) Abrasi Pantai Kabupaten Biak Numfor di Kementerian PDT ini diawali dengan niat membantu daerah terpencil. Teddy berdalih, bahwa ia ingin mengerjakan proyek senilai Rp 20 miliar itu karena ingin ikut turut berkontribusi dalam pembangunan Kabupaten Biak Nomfur.
“Saya hanya ingin membantu daerah terpencil yang ada di Papua yang tertinggal akibat kebijakan pemerintah, itu saja yang mulia,” ujar dia.
Sebelumnya, Direktur PT Papua Indah Perkasa ini dituntut pidana penjara empat tahun dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia dituntut karena dinyatakan terbukti oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah menyuap Yesaya.
Dalam perkara ini, Teddy dua kali menyerahkan uang suap untuk Yesaya. Pertama pada 13 Juni 2014 sebesar 63 ribu dollar Singapura, sisanya pada 16 Juni 2014. Pemberian yang bila dirupiahkan itu mencapai Rp 947,3 juta dilakukan di Jakarta. Atas perbuatannya, Teddy dinilai telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut, seperti tertuang dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam aksinya ini, Teddy diketahui kerap aktif membangun komunikasi dengan oknum di jajaran Kementerian PDT untuk mendapatkan proyek tersebut. Di sidang kasus ini pun, beberapa kali sangkut paut kasus dengan Kementerian PDT sempat Majelis Hakim singgung dan coba ungkap.