REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum bisa berkomentar lebih jauh terkait wacana pengosongan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Menurut ketua MUI bidang Hukum dan perundang-undangan, Basri Bermanda, MUI akan mengkaji terlebih dahulu terkait dampak dan urgensi dari pengosongan kolom agama tersebut.
Menurut Basri, MUI akan mencari tahu apakah wacana tersebut sudah ada surat edaran atau hanya perintah dan instruksi dari Kemendagri.
"Kami dari MUI belum memusyawarahkan dan mengkaji ini. Makanya kita sedang menunggu kepastian dari Mendagri, yang saya tahu beliau bilang tidak dihapuskan tapi dikosongkan sementara," ujar Basri Bermanda kepada Republika, Jumat (7/11).
Ia menjelaskan, berdasarkan UU yang berlaku, agama yang diakui secara resmi harus dicantumkan di dalam KTP. Pencantuman agama di KTP dinilai sangat penting, khususnya bagi umat Islam. Hal ini dikarenakan, KTP dapat memudahkan umat Islam dalam menjalani kehidupannya, salah satunya saat ingin melakukan ibadah haji dan melakukan pernikahan.
Sedangkan untuk aliran kepercayaan yang ada seperti kejawen, sunda wiwitan, kaharingan, dan malim pemerintah dapat memikirkan solusi lain untuk mengakomodir kepentingan aliran kepercayaan tersebut.
"Saya tidak mengerti maksud dikosongkan. Kesulitannya apa kalau agama dimuat? apa ruginya bangsa ini?," ujarnya.