REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tes keperawanan bagi calon anggota polisi wanita (Polwan) memang pernah diterapkan dalam proses rekrutmen di Kepolisian RI (Polri). Namun belakangan, tes semacam ini sudah lama ditiadakan oleh institusi negara tersebut.
"Saya ikut tes masuk polisi pada tahun 1982. Ketika itu memang ada tes keperawanan. Karena prasyarat utama menjadi polwan kala itu memang harus perawan," ujar dosen Pusat Pendidikan Lalu Lintas Polri, Tien Abdullah, kepada Republika, Kamis (20/11).
Tien pun mengaku tidak mempermasalahkan tes keperawanan tersebut, asal yang melakukannya adalah dokter perempuan. Menurutnya, tes semacam ini memiliki pengaruh positif terhadap mentalitas polwan.
Ia berpendapat, tes keperawanan bertujuan agar mereka yang menjadi polwan itu betul-betul perempuan yang mampu menjaga integritas dirinya. Apalagi, dalam menjalankan tugasnya, polwan juga dituntut menjadi pengayom dan teladan bagi masyarakat.
Selain itu, syarat keperawanan tersebut menurut Tien juga dapat menjadi motivasi bagi anak-anak perempuan yang bercita-cita menjadi polwan, agar selalu menjaga kehormatan dirinya. Syarat ini dapat mencegah mereka melakukan hubungan seks di luar nikah.
"Dulu, syarat masuk polwan itu tidak hanya belum pernah menikah, tapi juga harus perawan. Ini menjadi kebanggaan sendiri bagi kami, karena yang jadi polwan itu betul-betul perempuan yang mampu menjaga kehormatan dirinya," kata Tien.
Sayangnya, kata Tien, keperawanan tersebut belakangansudah tidak menjadi syarat lagi dalam proses rekrutmen Polri.
"Setahu saya, di Polri sudah tidak ada lagi tes keperawanan. Buktinya, sekarang ada polwan yang ketahuan hamil selama pendidikan. Saya juga heran, mengapa sekarang tes itu dipersoalkan?" tutur polwan berjilbab itu lagi.