Kamis 04 Dec 2014 22:50 WIB

CPI Indonesia 2014 Naik Tujuh Peringkat

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Julkifli Marbun
Korupsi
Korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei terbaru yang dilakukan oleh Transparency International (TI) menunjukkan, persepsi indeks korupsi (CPI) di Indonesia pada 2014 sebesar 34 poin. Angka tersebut meningkat 2 poin bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 32 poin.

Hasil penelitian TI teranyar ini sekaligus menempatkan Indonesia di peringkat 107 dari 175 negara dunia dalam hal 'kebersihan' dari korupsi. Posisi tersebut juga membuat Indonesia naik tujuh peringkat dari tahun sebelumnya.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko menuturkan, kenaikan skor dan peringkat CPI Indonesia untuk tahun ini patut mendapat apresiasi. "Perbaikan ini tidak terlepas dari upaya bersama antara pemerintah, masyarakat sipil, dan pebisnis dalam mencegah dan memberantas korupsi," ujar Dadang di Jakarta.

Kendati demikian, skor CPI Indonesia pada tahun ini masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang (76), Hongkong (74), Korea Selatan (55), Malaysia (52), dan Filipina (38). Begitu pula halnya peringkat dalam kebersihan dari korupsi, Indonesia masih tertinggal jauh.

Untuk tahun ini, Singapura menempati urutan ke-7 negara paling bersih dari korupsi. Sementara, Jepang berada di peringkat ke-15, Hongkong ke-17, Korea Selatan ke-43, Malaysia ke-50, dan Thailand ke-85, dan Cina berada di urutan ke-100 dalam daftar.

Secara global, terdapat 10 negara yang memiliki skor CPI tertinggi pada tahun ini. Yaitu, Denmark (92), Selandia Baru (91),  Finlandia (89), Swedia (87), dan Norwegia (87). Selanjutnya disusul oleh Swiss (86), Singapura (84), Belanda (83), Luksemburg (82), dan Kanada (81). Australia yang pada tahun lalu masuk sepuluh besar, kini terdepak ke posisi sebelas dengan skor 80 poin.

Ketua TI Jose Ugaz mengatakan, rendahnya skor CPI mencerminkan lemahnya kepemimpinan di suatu negara dalam memerangi korupsi. Dalam konteks yang lebih luas, hal tersebut sekaligus menjadi ancaman bagi ketahanan ekonomi dan tatanan demokrasi di negara yang bersangkutan.

"CPI 2014 memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi telah dirusak oleh korupsi. Hal tersebut ditandai dengan adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh para pemimpin dan pejabat tinggi," kata Ugaz.

Bagi Indonesia, tahun 2014 merupakan tahun yang penuh dengan dinamika politik. Pasalnya, pada tahun ini digelar pemilihan umum (pemilu) legislatif dan presiden yang menjadi momentum bagi para politisi dan warga untuk berdemokrasi.

Berdasarkan hasil  survei persepsi masyarakat terhadap integritas pemilu yang dilakukan Komisi Pemberantaaan Korupsi (KPK) pada 2013, sebanyak 71 persen responden mengaku mafhum praktik politik uang dalam pemilu sudah menjadi hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Bahkan, 92 persen responden manyatakan bahwa pemimpin dan politisi yang tersangkut kasus korupsi sudah umum terjadi di Indonesia.

"Ini artinya problem korupsi politik menjadi akar permasalahan korupsi di Indonesia dewasa ini," kata Dadang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement