REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisruh di internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terus berlanjut. Perselisihan yang akhirnya masuk ke jalur hukum inj dinilai sarat dengan intervensi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Sebab, babak baru perselisihan antar kader partai berlambang Ka'bah itu meruncing ketika Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang mengesahkan hasil muktamar Surabaya.
Dengan SK itu, pemerintah telah mengesahkan Romahurmuziy sebagai ketua umum PPP hasil muktamar Surabaya. Menariknya, SK ini keluar 1 hari setelah Menkumham dilantik.
"Kami menganggap keberpihakan pemerintah Joko Widodo itu ada," kata Ketua DPP PPP hasil muktamar Jakarta, Djafar Alkatiri pada Republika, Selasa (6/1).
Djafar menilai dengan keluarnya SK Menkumham itu berdampak pada keberpihakan pemerintah pada dualisme kepengurusan ini. Menurutnya, keberpihakan pemerintah saat ini lebih terlihat karena ada sebuah keterlanjuran pemahaman konflik oleh pemerintah dari SK Menkumham.
"Itu juga yang terjadi saat Menkumham menghadiri Harlah PPP kubu Romy," ujarnya.
Pemerintah, kata Djafar, sudah terlanjur mengesahkan hasil muktamar Surabaya. Konsekuensinya, mereka menganggap Romy sebagai ketua sah di mata pemerintah.
Padahal, sudah ada putusan sela dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sehingga menunda keabsahan hasil muktamar Surabaya.