REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Saksi ahli Zaenal Arifin Mochtar mengatakan mustahil Komisi Pemberantasan Korupsi harus selalu dipimpin oleh lima orang pimpinan KPK.
"Secara pembacaan struktural Undang-Undang KPK, mustahil diterjemahkan bahwa kolegial kolektif itu harus selalu lima dan wajib lima (pimpinan)," kata Zaenal dalam sidang praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (13/2).
Ia mengatakan, hal tersebut dikarenakan ada kalanya pimpinan KPK mengalami 'conflict of interest' atau konflik yang melibatkan anggota keluarga dan pimpinan KPK sehingga tidak bisa menjabat posisi tersebut. "Karena memang ada kondisi 'conflict of interest' sehingga tidak bisa lima," kata dia.
Ia mengatakan, apabila terjadi halangan demikian maka tidak mungkin lembaga antikorupsi tersebut berhenti atau tidak memutuskan suatu perkara. Dosen dari Universitas Gadjah Mada tersebut menjelaskan, kekosongan pimpinan tersebut minimal harus setengah plus satu dari keseluruhan anggota.
"Minimal harus setengah plus satu, kalau di KPK minimal tiga pimpinan," kata dia.
Dengan begitu, kata Zaenal, berlaku hukum forum yang berarti pengambilan keputusan diambil oleh forum yang beranggotakan setengah plus satu dari jumlah keseluruhan pimpinan. Hukum forum tersebut, kata Zaenal memang tidak diatur dalam Undang-Undang KPK namun Komisi Yudisial menggunakannya.
Dalam KY, kata Zaenal, berlaku forum lima orang untuk memutuskan pengawasan kewenangan hakim. "Pengambilan keputusan untuk kewenangan pengawasan hakim sekurang-kurangnya lima orang, dari tujuh komisioner," kata dia.
Sedangkan apabila pimpinan KPK tersisa tinggal dua orang maka berlaku peraturan pengganti undang-undang (perppu) pelaksana tugas pimpinan KPK. Sebelumnya pada sidang praperadilan yang digelar Rabu (11/2) saksi ahli pihak pemohon Romli Atmasasmita mengatakan pimpinan KPK wajib lima orang berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 Tentang KPK.