REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Sipil melayangkan surat terbuka kepada KPK sebagai respon atas putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan Komjen Budi Gunawan. Dalam surat itu mereka meminta KPK untuk tetap mengusut kasus yang menjerat Budi.
"Koalisi Masyarakat Sipil melihat setidaknya ada lima kesalahan fatal dalam putusan tersebut," katanya saat membacakan surat terbukanya di gedung KPK, Senin (16/2).
Koordinator Kontras itu mengatakan, kesalahan pertama yakni putusan hakim Sarpin melabrak ketentuan KUHAP mengenai objek praperadilan. Dalam ketentuan Pasal 77 tidak mengatur penetapan tersangka sebagai objek praperadilan.
Kedua, lanjut Haris, putusan tidak memiliki legal reasoning karena hakim tidak menjelaskan apa yang menjadi dasar kewenangan untuk memutus/memperluas penetapan tersangka menjadi objek praperadilan. Ketiga, hakim melakukan kesalahan fatal dengan memutuskan Budi Gunawan tidak termasuk aparat penegak hukum dan kualifikasi pegawai Eselon 1.
Keempat, hakim mengabaikan ketentuan dalam Pasal 34 UU Polri (UU Nomor 2 tahun 2002) dalam penjelasan yang menyebutkan bahwa polisi mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum. "Ini merupakan tindakan Unprofesional Conduct dari hakim," ujarnya.
Kelima, kata dia, pertimbangan hakim parsial karena menggunakan alasan jabatan Budi Gunawan sebagai dalil mengabulkan permohonan tetapi tidak mempertimbangkan proses formil dalam alat bukti dan saksi fakta yang diajukan KPK di dalam persidangan.
Dari lima kerancuan pertimbangan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil menyimpulkan bahwa hakim sama sekali belum melakukan proses uji coba terhadap dua alat bukti yang dimiliki KPK. Dalam arti lain, kata dia, penetaan tersangka dengan dua alat bukti yang cukup dari KPK tidak serta merta gugur.
Oleh karena itu, menurutnya, penyidikan terhadap Budi Gunawan tetap bisa dilakukan oleh KPK. Tindak pidana yang disangkakan terhadap Budi Gunawan tetap ada dan tidak hilang sama sekali akibat putusan praperadilan tersebut.