Rabu 18 Feb 2015 08:40 WIB

UU Perkebunan Belum Beri Keadilan bagi Pekebun

Foto udara sebuah kawasan pembukaan lahan untuk perkebunan Kelapa Sawit di kawasan Kabupaten Siak, Riau, Sabtu (22/6).
Foto: Antara
Foto udara sebuah kawasan pembukaan lahan untuk perkebunan Kelapa Sawit di kawasan Kabupaten Siak, Riau, Sabtu (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Permintaan pasar dunia terhadap kelapa sawit yang meningkat secara signifikan tak diiringi dengan peningkatan kehidupan pekebun.

Salah satu kebijakan yang penting dalam pengaturan sektor perkebunan yang disahkan akhir tahun lalu adalah UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

  “UU Perkebunan ini masih kurang mengakomodir kepentingan pekebun mandiri karena tidak mengatur tentang tata kelola perkebun alternatif yang mengangkat peran koperasi rakyat. UU ini hanya mengatur yang dianggap tidak penting oleh petani seperti skema kemitraan,” nilai Mansuetus Darto dari Serikat Petani Kelapa Sawit dalam rilisnya, Rabu (18/2).

Skema Kemitraan dalam UU Perkebunan ini pun masih belum mampu untuk memposisikan masyarakat/petani sejajar dengan perusahaan dalam pengelolaan usaha perkebunan. Selain itu, aspek lingkungan dalam UU ini masih samar-samar dan terkadang tidak tegas dalam perlindungan lingkungan hidup.

“Tidak adanya dukungan terhadap upaya perlindungan khususnya pada wilayah yang bernilai karbon tinggi (HCS) dan bernilai konservasi tinggi (HCV) serta lahan gambut di dalam wilayah konsesi perkebunan,” kritiknya.

Peran Pemerintah dalam upaya mengembangkan dan mempromosikan produk kelapa sawit bebas deforestasi di Indonesia di pasar global tak terlihat. Juru kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Annisa Rahmawati melihat, UU Perkebunan ini tidak menjelaskan tentang penegakan hukum dan penindakan terhadap persoalan perusakan lingkungan.

“UU ini tidak menjelaskan dengan tegas soal peran serta masyarakat yang memiliki sifat berkeadilan,”tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement