REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy yakin politik uang dalam pelaksanaan pilkada langsung secara serentak dapat dicegah dengan sistem diskualifikasi bagi calon dan parpol yang terbukti melakukan politik uang.
"Revisi UU Pilkada memiliki perubahan dibandingkan yang lama, ada substansi yang menyebabkan calon itu kena diskualifikasi ketika ditemukan bukti politik uang," kata dia di Gedung Nusantara III, Jakarta, Jumat (27/2).
Lukman menjelaskan dalam revisi UU Pilkada memiliki substansi seperti Perppu Pilkada. Dia mencontohkan apabila calon dan partai terbukti melakukan politik uang, maka masing-masing calon serta parpol dapat didiskualifikasi.
"Apabila calon (kepala daerah) dan partai pendukungnya terbukti menerima atau memberikan uang maka keduanya bisa didiskualifikasi," ujarnya. Lukman menjelaskan UU Pilkada sebelumnya tidak secara eksplisit mempertegas aturan seperti itu sehingga hampir tidak ada perkara yang diakibatkan politik uang membatalkan calon.
"Apabila ada bukti politik uang maka membatalkan pencalonan maka didiskualifikasi. Dan diadili di Bawaslu atau Panitia Pengawas sehingga apabila tidak selesai maka dibawa ke Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
Dia menjelaskan apabila praktek politik uang dilakukan pasca pelantikan kepala daerah maka yang bersangkutan akan dibatalkan kemenangannya. Menurut dia, penyelesaian masalah itu akan diadili di Panwaslu atau Bawaslu dan apabila tidak selesai maka diadili di Mahkamah Konstitusi.
"Bawaslu dalam hal ini mau tidak mau harus siap. Kami minta dalam dua bulan ini KPU dan Bawaslu membuat peraturan terkait adanya politik uang dalam pilkada karena dalam UU Pilkada tidak dijelaskan secara rinci," katanya.
Selain itu dia mengatakan potensi korupsi dalam pelaksanaan pilkada tetap ada namun jangan sampai memundurkan rencana pelaksanaan pilkada serentak. Lukman menjelaskan Komisi II DPR RI telah membuat rambu-rambu dalam pelaksanaannya yang diatur dalam UU Pilkada.