REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menilai para perempuan pekerja di Indonesia masih sering mengalami diskriminasi.
"Diskriminasi terhadap perempuan buruh masih terjadi pada pekerja formal dan informal termasuk PRT, yaitu tidak adanya pengakuan, perlindungan hukum, jaminan sosial dan ketenagakerjaan bagi mereka," kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional Federasi SPSI Reformasi Ari Sunarijati usai Peluncuran Rally 100 Perempuan Mogok Makan untuk Pekerja Rumah Tangga di Gedung Komnas Perempuan, Sabtu (7/3).
Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih mengungkapkan banyak perempuan pekerja di pabrik atau pasar swalayan mendapatkan kekerasan dan pelecehan seksual terutama ketika mereka akan pulang.
"Pengecekan tubuh sebelum mereka pulang untuk mengetahui apakah mereka membawa sesuatu dari pabrik atau tidak, saat itulah pelecehan seksual sering terjadi dengan sentuhan-sentuhan yang melecehkan," ujar Jumisih.
Selain itu, Jumisih menambahkan, rencana penghapusan cuti haid dan pesangon bagi buruh juga merupakan ancaman bagi buruh saat ini.
Menurut Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani A Rotinsulu, perlakuan diskriminatif juga menimpa para perempuan penyandang disabilitas, terutama dalam kesempatan bekerja.
Dalam kesempatan itu, para petinggi LSM tersebut juga menyatakan dukungannya bagi relawan yang akan melakukan aksi mogok makan yang saat ini tercatat 125 orang akan ikut serta dari berbagai profesi.
Aksi mogok makan tersebut dilakukan demi mendesak pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Ratifikasi ILO 189 dan pengesahan RUU Disabilitas.