REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak diprediksi tidak bisa berjalan demokratis dan berkualitas.
“Sebab partisipasi rakyat dalam pemilihan masih sebatas praktik rutinitas mekanik,” ungkap pengamat politik Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito, Sabtu (7/3).
Padahal, ujarnya, masyarakat terlanjur berharap agar demokrasi dijalankan sebaik mungkin dan diimbangi perubahan ekonomi menuju kesejahteraan.
"Sumber masalah itu karena makin liarnya penyimpangan yang direkayasa elite kekuasaan yang menyebar di berbagai arena. Selain itu, menyusutnya capaian tujuan berdemokrasi dan kualitas yang memburuk tanpa ada langkah berarti dalam membenahi," kata Arie.
Sedang demokrasi, kata Arie, telah dibelokkan menjadi proyek kaum pialang politik untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan status.
Sistem dan perilaku negatif elit politik telah menular ke masyarakat. Masyarakat pun dipaksa menerima keadaan dan menoleransi tiap penyimpangan di berbagai level dan arena.
Maka, Arie melihat kunci terpenting pembentukan kekuasaan melalui Pilkada adalah partisipasi aktif dan kritis warga (pemilih), kemajuan kontrol warga untuk memastikan dijalankannya prinsip jujur dan adil, serta terlegitimasi.
"Proses dan hasil Pilkada harus memiliki prinsip demokrasi dan kehendak rakyat," katanya.