REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Hukum dan HAM Partai Golkar Kubu Agung Laksono, Lawrence Siburian mengegaskan, islah tidak bisa dilakukan untuk menyelesaikan konflik kepengurusan antara dua kubu Partai Golkar. Sebab, dua kubu telah sepakat menggunakan keputusan peradilan sebagai jalan mengakhiri sengketa.
“Kami sudah pernah mencoba untuk islah, bahkan sejak tahun lalu. Masing-masing kubu sudah mengirimkan juru runding untuk memulai islah. Namun, keinginan untuk islah tidak berlanjut karena ada poin-poin yang tidak bisa dicari titik temunya oleh kedua belah pihak,” ujar Lawrence saat dihubungi ROL, Jumat (15/5).
Poin yang tidak bisa disepakati adalah soal menentukan siapa yang menjadi Ketua Umum Golkar dan keinginan untuk keluar dari koalisi merah putih (KMP). Masing-masing kubu, kata Lawrence, bertahan dengan calon Ketum dan pendirian masing-masing.
Sementara, poin yang berhasil disepakati bersama adalah soal dukungan terhadap pemerintahan yang sah, pemilihan presiden secara langsung, dan Pilkada langsung.
Ketidaksepakatan pada akhirnya memperpanjang perselisihan hingga kedua kubu sulit menemukan titik temu. Bahkan, islah dirasa tidak mungkin karena poin yang dipertentangkan menyangkut prinsip masing-masing kubu.
“Kami sudah sepakat bahwa solusi sengketa kepengurusan adalah proses peradilan. Kubu siapa yang nanti akan memenangkan keputusan yang sah dan mengikat, maka merekalah yang akan memimpin Golkar ke depannya,” terang Lawrence.
Selain soal keputusan pengadilan, kedua kubu juga sepakat bahwa tidak akan ada partai baru sebagai pecahan dari Golkar. “Kami sudah sepakat bahwa masing-masing kubu tidak akan membentuk partai baru. Yang kalah harus menghormati yang menang sementara yang menang wajib merangkul yang kalah,” tutup dia.