REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Komisi VI DPR RI yang membidangi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tak memersoalkan besaran gaji pejabat atau direksi BUMN yang sangat besar.
Ketua Komisi VI, Hafisz Tohir mengatakan pihaknya tidak memermasalahkan besaran gaji asalkan tidak korupsi. "Saya kira tidak masalah gaji besar asal mereka tidak korupsi," katanya pada Republika.co.id, Jumat (18/9) malam.
Menurut politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu, dengan gaji yang besar, BUMN memang diharapkan juga membawa keuntungan yang besar untuk BUMN. Ini yang paling penting. Artinya, idealnya, besar pengeluaran juga harus besar penghasilan.
Yang menjadi persoalan saat ini, dengan gaji selangit, ada pejabat BUMN yang tidak mampu membawa keuntungan yang besar juga untuk institusi. Hal inilah yang menjadi persoalan di BUMN.
Seorang pejabat BUMN, misalnya setingkat direksi sudah terlanjur memeroleh gaji yang sangat besar. Namun, kinerjanya hanya biasa saja sehingga tidak menghasilkan keuntungan besar juga untuk BUMN. Justru, sebagian BUMN mengalami kerugian.
"Jadi persoalan bukan terletak di besarnya gaji, namun bagaimana mengolah BUMN dan pemerintah agar dapat menghasilkan nilai tambah yang tinggi dengan besarnya gaji tersebut," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan mewacanakan untuk membahas Rancangan Undang-Undang Struktur Gaji Pejabat Negara. Sebab, ada ketimpangan gaji antara pejabat negara.
Hal itu disebabkan Indonesia belum memiliki standar penentuan gaji yang sama. Paling terlihat, kata Taufik, gaji Presiden sangat jauh dibandingkan dengan gaji pejabat di BUMN. Padahal, Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Seharusnya presiden memiliki gaji tertinggi dibanding pejabat negara yang lain.