REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) setuju adanya kenaikan gaji bagi pejabat. Baik presiden, gubernur, menteri, hingga wali kota. Namun tidak boleh lagi ada pejabat yang berusaha mencuri-curi uang negara.
"Jangan gaji naik tapi nilepnya (mencuri) masih jalan," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (28/9).
Ahok melanjutkan oleh karena itu, harus ada pembuktian harta terlebih dahulu. Ini untuk meminimalisir korupsi yang masih marak dilakukan pejabat-pejabat.
"Ya saya oke-oke saja mau naik gaji berapa, saya sudah katakan, dari presiden sampai menteri sampai bupati, walikota mau naik gaji nggak apa-apa. Gaji gede nggak apa-apa, seperti BUMN, BUMD, tapi harus ada pembuktian harta," jelasnya.
Menurutnya dengan begitu akan adil karena pejabat bisa membuktikan hartanya dari mana. Misalnya jumlah aset hingga pembayaran pajak. Pembuktian terbalik ini dinilainya menjadi transparansi yang bisa berujung naik gaji.
Mantan Bupati Belitung Timur tersebut menilai gaji pejabat atau pegawai di Jakarta memang masih kecil dibandingkan dengan direktur BUMN dan BUMD. Dari besaran gaji pokok juga tunjangannya.
"Gaji pegawai kita kecil, kalau mau di samain sama gaji direktur utama BUMN dan BUMD sih jauh. Mereka ada gaji ke 13, gaji bulan ketiga,keempat, bisa dapat milyaran per bulan. Cuma kita ada beberapa tunjangan kayak tunjangan operasional, tunjangan transportasi," ujarnya.
Karenanya ia setuju ada kenaikan gaji jika disetujui Kemendagri. Ini bisa menjadi upaya agar tingkat korupsi makin minim. Asalkan ada pembuktian terbalik untuk mengawasi para pejabat.