REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Abraham Samad mengatakan, kasus dugaan pemalsuan dokumen yang disangkakan terhadap dirinya mengada-ada dan dipaksakan. Samad menilai, kasus tersebut tak layak untuk disidangkan.
Tak hanya itu, kata Samad, kasus yang menimpa Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto dan penyidik KPK Novel Baswedan juga tak layak untuk dilanjutkan. Sebab, menurutnya, kasus-kasus itu hanya diada-adakan dan tak ada bukti yang kuat.
"Kalau Anda tanya saya, bahwa kasus saya dan yang lain-lainnya itu, tidak layak disidangkan," kata Samad saat berkunjung ke bagian Litbang KPK di gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (6/10).
Berkas perkara pemimpin KPK Jilid III ini akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan. Perkara dugaan pemalsuan dokumen yang menjerat Samad itu rencananya akan disidangkan dalam waktu dekat. Samad pun meminta kasusnya dan dua koleganya itu dihentikan.
"Ini kan kasus yang nuansanya tidak ada diada-adakan. Karena itu, menurut saya sangat tidak adil kalau kasus kita dilimpahkan ke pengadilan, harus dihentikan," ujar dia.
Samad menambahkan, permintaan ini bukan lantaran dirinya takut mengahadapi perkara tersebut. Dia menilai, kasus yang disangkakan terhadapnya adalah bentuk kriminaslisasi. Jika tetap dilimpahkan ke pengadilan, Samad menganggap hal itu adalah bentuk ketidakadilan.
"Jadi bukan masalah takut atau enggak takut. Karena ini kasus yang di ada-adakan, yang orang sekarang bahasanya dikriminalisasi," tegasnya.
Dalam perkara ini, Samad dijerat Pasal 263, Pasal 264, dan Pasal 266 KUHP terkait pemalsuan, dan Pasal 93, Pasal 94, dan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.