REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan jasa broker dalam pertemuan-pertemuan para petinggi nampaknya sudah lumrah dilakukan. Kehadiran broker dalam proses kekuasaan dinilai sudah tidak aneh lagi.
"Nampaknya ada broker semacam itu dalam kekuasaan," ujar pengamat politik internasional Universitas Paramadina, Pipip A Rifai Hasan kepada Republika.co.id, Ahad (8/11) malam.
Kedatangan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat untuk urusan perdagangan, pertahanan, dan hubungan bilateral ternyata meninggalkan isu tidak sedap. Muncul selentingan kabar bahwa ternyata pemerintah Indonesia meminta konsultan Singapura untuk melobi agar mendapat akses ke Washington.
Jurnalis senior Benjamin Bland melalui Twitter-nya menyebutkan kalau konsultan PR Singapura membayar 80 ribu dolar AS kepada perusahaan PR Las Vegas untuk melobi agar pemerintah Indonesia mendapatkan kesempatan dan akses ke Washington.
Dalam artikel berjudul Waiting in 'The White House Lobby' yang ditulis oleh seorang dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies di London, Michael Buehler, disebutkan bahwa kunjungan resmi pertama Presiden Jokowi ke Washington cukup singkat. Jokowi dan Obama bertemu selama 80 menit untuk membicarakan masalah bilateral antara Indonesia dan Amerika.
Pipip mengatakan penggunaan broker di Amerika sendiri merupakan hal yang sudah lazim. "Masing-masing kelompok kepentingan dalam masyarakat diwakili oleh kelompok-kelompok terorganisasi untuk mempengaruhi kebijakan," kata dia.