Senin 23 Nov 2015 12:16 WIB

Mantan Penasihat KPK: Pencatutan karena Pengambilan Kebijakan tak Transparan

Menteri ESDM Sudirman Said memberikan keterangan pers usai melaporkan anggota DPR yang mencatut nama Presiden dan Wapres terkait perpanjangan kontrak PT Freeport ke MKD di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/11). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Menteri ESDM Sudirman Said memberikan keterangan pers usai melaporkan anggota DPR yang mencatut nama Presiden dan Wapres terkait perpanjangan kontrak PT Freeport ke MKD di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/11). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID,Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua mengatakan tindakan mencatut nama pejabat berpengaruh untuk mendapat keuntungan pribadi maupun kelompok terjadi karena tidak transparannya proses pengambilan kebijakan di berbagai lembaga negara.

“Karena tidak transparan masing-masing pihak saling memanfaatkan,” kata Abdullah saat dihubungi republika.co.id, Senin (23/11).

Abdullah mengatakan pengambilan kebijakan yang tidak transparan menjadi salah satu persoalan besar dalam sistem bernegara. Hal ini terjadi mulai dari DPR, DPRD, kementerian, BUMN, hingga lembaga kepresidenan.

Dalam kasus perpanjangan kontrak PT Freeport di Papua misalnya, Abdullah berpandangan pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan terjadi jika pemerintah membahas hal itu secara transparan. Sebab semua pihak bisa mengakses informasi dari sumber yang benar. “Kalau pembahasan kontrak transparan tidak mungkin orang berani mencatut presiden. Karena Freeport pasti tahu itu tidak benar,” ujar Abdullah.

Kasus dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto tidak boleh berhenti menjadi drama kegaduhan politik belaka. Kasus ini harus menjadi momentum perbaikan dalam pengambilan kebijakan yang lebih transparan. “Dalam rapat kebijakan kementerian maupun komisi tidak ada transparansi, jadi kemudian ada calo yang memanfaatkan,” ujar mantan Ketua Umum PB HMI ini.

Sebelumnya Menteri Energi Sumber Daya Mineral Sudirman Sahid melaporkan Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Dalam laporannya, Sudirman menyebut Novanto telah mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali dengan pihak PT Freeport untuk membahas perpanjangan kontrak operasi PT Freeport di Papua.

Sudirman juga menyerahkan bukti transkrip pembicaraan antara Novanto, Direktur Utama PT Freeport Indonesia Ma’roef Sjamsoeddin, dan seorang pengusaha.

Transkrip itu menyebutkan Novanto meminta jatah saham kepada Ma’roef sebesar 11 persen untuk presiden dan 9 persen untuk wakil presiden. Padahal menurut Sudirman,  presiden dan wakil presiden tidak pernah meminta jatah saham kepada PT Freeport.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement