REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti menegaskan jika berita yang cenderung menyudutkan atau mengeritik pemerintah itu tidak termasuk dalam ujaran kebencian atau hate speech.
"Jika yang disampaikannya itu dalam bentuk kritik, itu tidak masuk hate speech. Kalau sudah menyudutkan agama tertentu, suku dan warna kulit itu sudah masuk hate spech," jelas Kapolri Jenderal Badrodin Haiti saat membuka Rakorda Pilkada Serentak 2015 Provinsi Sulsel, Selasa (25/11).
Dia mengatakan, surat edaran (SE) tentang ujaran kebencian atau hate speech yang dikeluarkannya itu dimaksudkan untuk masyarakat agar tidak sering mengeluarkan ujaran kebencian pada suku, agama, ras dan warna kulit (SARA).
Bukan cuma itu, hate speech adalah tindak pidana yang berbentuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan penyebaran berita bohong.
"Jadi perlu dilihat dulu masalahnya seperti apa. Kalau itu masuk kategori penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, menghasut atau menyentuh SARA pasti akan dipidana," katanya.
Surat edaran ini dikeluarkan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memberikan komentar atau berpendapat baik secara langsung ataupun melalui sosial media. Surat edaran yang dikeluarkan Kapolri ini juga merupakan salah satu upaya penegasan dari KUHP terkait dengan penanganan perkara yang menyangkut ujaran kebencian.
Mantan Wakapolri itu mengungkapkan jika pihaknya pernah menangani kasus hate speech di Magelang, Jawa Tengah. Saat itu, ada gambar babi yang menggigit Alquran dan itu sudah dipastikan masuk dalam hate speech.
"Contoh itu di Magelang, kita pernah tangani kasus hate speech ini. Ada gambar babi yang menggigit Alquran. Ini sudah masuk dalam penistaan agama dan harus ditindaki," jelasnya.