REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) diminta bersikap profesional menangani dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang diduga dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto, di perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Menurut Peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, tidak tertutup kemungkinan pengusutan kasus Setnov di Kejaksaan Agung bakal mandeg.
Ronald menilai, respons cepat Jaksa Agung, M Prasetyo, tidak bisa terlepas sepenuhnya dari konteks situasi terkini yang dihadapi Jaksa Agung, terutama situasi politik. Posisi Jaksa Agung yang dinilai cukup rawan untuk di-reshuffle, menjadi salah satu alasannya.
"Jadi dengan respon cepat terkait adanya indikasi tindak pidana korupsi untuk kasus Setnov ini, setidaknya bisa menunjukan peran dan posisi Jaksa Agung untuk dipertahankan," ujar Ronald kepada Republika.co.id, Kamis (10/12).
Terlebih, Presiden Joko Widodo sempat mengungkapkan kemarahannya terkait kasus tersebut. ''Apalagi kalau Kejagung bisa memproses ini lebih lanjut, kan bisa dilihat sebagai respon dari kemarahan Presiden atas kasus ini,'' tuturnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung sempat menilai ada dugaan permufakatan jahat yang dilakukan Setnov dalam pertemuan tersebut. Permufakatan jahat memang diatur di dalam Pasal 15 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.