REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tarif kereta "commuter line" Jabodetabek akan naik pada Oktober 2016 apabila dana kewajiban pelayanan publik dikucurkan Rp 1,1 triliun untuk PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak mencukupi.
Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek Muhammad Nurul Fadhilah dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa mengatakan opsi kenaikan dibuka untuk jarak 0-25 kilometer pertama yakni dari Rp 2.000 menjadi Rp 3.000.
KCJ juga membuka opsi menyesuaikan tarif setiap 10 kilometer berikutnya. "Selama ini PSO diberikan pada 25 kilometer pertama awalnya Rp 3.000 menjadi Rp 2.000, PSO Rp1.000. Nanti kalau PSO tak mencukupi Rp 1.000 itu dicabut," katanya.
Dia mengatakan opsi tersebut telah disetujui Kementerian Perhubungan sebagai regulator. Alasannya, jumlah penumpang KRL bakal diprediksi tumbuh 20 persen-25 persen menjadi 780.000 penumpang per hari di 2016.
Namun, Fadhil mengaku opsi tersebut bisa juga gugur bila pemerintah melalui Kemenhub menambah alokasi subsidi. Saat ini, tarif normal KRL Jabodetabek untuk 0-25 km pertama sebesar Rp 3.000. Pemerintah memberi subsidi Rp 1.000 sehingga masyarakat membayar Rp 2.000.
Sedangkan tiap 10 kilometer berikutnya, tarif normal ialah Rp 2.000. Pemerintah memberi subsidi Rp 1.000 sehingga penumpang cukup membayar Rp 1.000.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa mengatakan opsi tersebut dikeluarkan karena tarif KRL terlalu murah, namun harus tetap meningkatkan kualitas. "Perlu juga dilakukan penyesuaian tarif, sesuai dengan kemampuan daya beli penumpang. Tapi peningkatan kualitas harus," katanya.
Pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan, mengucurkan PSO kepada KAI sebesar Rp 1,8 triliun dengan Rp 1,1 triliun untuk KRL. Rincian alokasi PSO Rp 1,8 triliun, di antaranya KA jarak jauh Rp 105 miliar, KA jarak sedang Rp 133 miliar, KA jarak dekat Rp 409 miliar, KRD Rp 66 triliun, KA Lebaran Rp 1,4 miliar dan KRL Rp 1,1 triliun.