REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara dinilai wajib melindungi keselamatan pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Fafatar). Amuk massa dan pembakaran pemukiman pengikut Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan dampak dari pernyataan peyoratif, stereotip, dan kebencian.
Massa menganggap Gafatar adalah aliran sesat. Pernyataan sesat dibangun atas dasar persepsi dan pernyataan ketidaksetujuan secara terbuka. Pernyataan sesat juga kemudian diikuti dengan penindakan oleh beberapa pemerintah daerah.
(Baca Juga: Ratusan Eks Anggota Gafatar Dievakuasi dari Mempawah).
"Penyesatan tanpa proses pemeriksaan fair dan akuntabel yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan diafirmasi oleh aparat negara telah memicu kemarahan publik pada kelompok Gafatar," ujar peneliti kebebasan beragama atau berkeyakinan Setara Institute, Halili Hasan, Kamis (21/1).
Halili mengatakan pengikut Gafatar adalah warga negara yang berhak atas perlindungan dan hak atas rasa aman. "Apa pun pandangan keagamaan Gafatar, negara tidak boleh membiarkan mereka mengalami persekusi atau penganiayan dari siapa pun," ujarnya.
Apalagi, ia menambahkan, pemerintah sama sekali belum pernah meminta klarifikasi langsung pada pengurus organisasi itu.