REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ribuan jiwa mengungsi setelah insiden pembakaran permukiman warga eks-Gafatar di Moton Panjang, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, terjadi pada Selasa (19/1) lalu. Sekitar 35 persen dari total pengungsi tersebut merupakan anak-anak.
Menurut Ketua Pokja Data dan Informasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Kalimantan Barat, Alik Rosyad insiden tersebut menyisakan ketakutan bagi seluruh pengungsi, khususnya anak-anak. Mereka menyaksikan langsung bagaimana rumah keluarga mereka dirusak dan dibakar massa, tanpa mereka tahu pasti penyebabnya.
(Baca: Eks Gafatar Siap Dievakuasi).
Untuk itu, lanjut Alik, pihaknya dan sejumlah relawan di lokasi terus berupaya memulihkan kondisi psikologis mereka. Sejak proses evakuasi di Kompleks Perbekalan dan Angkutan Kodam (Bekangdam) XII/Tanjungpura pada Selasa (19/1) lalu, kata Alik, anak-anak mulai menjalani pemulihan.
“(Insiden pembakaran) itu membuat trauma. Di sana ada sekitar 35 persen anak-anak. Itu lebih besar lagi adalah balita. KPAID bekerja sama dengan relawan mulai kemarin (21/1) melakukan trauma healing. Dari kami membawa badut, misalnya, untuk mengajak (anak-anak) bermain dan ternyata responsnya anak-anak luar biasa gembira sekali. Alhamdulillah,” ujar Alik Rosyad saat dihubungi, Jumat (22/1).
Dia melanjutkan, pada Jumat (22/1) ini, sejumlah relawan psikolog sudah tiba di pengungsian. Kegiatan belajar-mengajar terus belangsung secara darurat. Guru-guru didatangkan secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dasar pendidikan anak-anak.
“Di tempat pengungsian, mereka sekolah semacam home schooling. Kami juga berencana mendatangkan pendongeng biar untuk menghibur anak-anak ini.
(Baca: Beri Kesempatan Pemeluk Gafatar Perbaiki Diri).