REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Pengembalian aset yang dimiliki para eks Gafatar di Kalimantan Barat, hingga saat ini masih dalam pembicaraan antara pemprov Jabar dengan pemerintah pusat.
Pemerintah pun kesulitan mengurus soal ini sebab luasan tanah sebagai salah satu aset berharga bagi eks Gafatar itu tidak memiliki status kepemilikan yang jelas.
Kepala Biro Pengembangan Sosial Setda Provinsi Jabar, Riadi menjelaskan banyak eks Gafatar di Kalbar itu yang menggunakan dana patungan untuk membeli tanah. Akibatnya, kepemilikan tanah tersebut pun menjadi tidak jelas sehingga sulit diidentifikasi pemerintah.
"Ini yang menyulitkan, karena kan mereka beli tanah itu bareng-bareng, tidak sendiri-sendiri, kepemilikannya pun enggak jelas," tutur dia saat di Dinsos Jabar, Cimahi, Senin (1/2).
Kata dia, Pemprov Jabar tidak bisa berbuat apa-apa terkait pengembalian aset yang dimiliki eks Gafatar itu sebab yang bisa dilakukannya, hanya pada tataran pembinaan, terutama bagaimana mereka bisa memulai hidup baru. "Ini yang sedang kita pikirkan," kata dia.
Riadi menambahkan, pemberian subsidi itu bisa berupa kredit usaha kecil ataupun perbaikan rutilahu. "Tapi tidak dari sekarang. Jika dari bupati atau wali kota ada permintaan, barulah," ujar dia.
Sayangnya, ia mengakui, belum ada anggaran yang dialokasikan untuk bantuan sosial tersebut. Penghitungan alokasi anggaran saat ini masih untuk penanganan dan pembinaan. "Untuk hitungan bantuan sosial itu belum
dialokasikan," tutur dia.
Sementara itu, salah satu eks Gafatar yang dibina di Dinsos Jabar, Asep Kiki, mengaku tidak tahu akan melakukan apa di kampungnya nanti di Kabupaten Bogor. Kalau kerja, kata dia, tentu sudah tidak bisa karena umurnya pun sudah terbilang tua. "Paling nanti dagang, tapi ya lihat nanti saja, karena kan saya sudah enggak punya apa-apa lagi, aset saya pada di sana (Kalimantan Barat)," ujar dia.