REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Aksi bullying terhadap SED (Sonya Ekarina Depari), siswi SMA di Medan yang ramai diperbincangkan karena tindakannya terhadap seorang polwan, terus terjadi di dunia maya. Psikolog Universitas Medan Area, Irna Minauli mengatakan, cyber bullying yang terjadi kepada SED dapat berdampak sangat hebat. Dibanding dengan jenis bullying lainnya, cyber bullying dapat lebih keras dan berbahaya.
"Karena kan anonim, enggak kelihatan siapa. Ini yang buat orang merasa lebih bebas, leluasa untuk menyatakan komentarnya," kata Irna saat dihubungi Republika, Jumat (8/4) sore.
(Baca juga: Polisi Minta Publik tak Bully Sonya Depari)
Irna mengatakan, dukungan moral dari keluarga dan teman-teman SED sangat diperlukan dalam keadaan saat ini. Apalagi, tak lama setelah pemberitaannya ramai diperbincangkan, ayah SED meninggal dunia.
"Pendampingan psikologis itu sangat dibutuhkan karena dikhawatirkan anak ini depresi akibat merasa bersalah dan menyalahkan dirinya," ujarnya.
Irna mengatakan, di Amerika Serikat, korban cyber bullying seringkali berujung pada bunuh diri. Oleh karena itu, orang tua dan kerabat dekat harus mewaspadai tanda-tanda korban.
"Mereka cenderung menarik diri, tidak mau bergaul, yang biasanya aktif di medsos jadi tidak aktif. Ini mengarah ke depresi dan harus diwaspadai. Mereka malu, seolah semua orang tahu masalah mereka, mereka enggak punya lagi harga diri, kepercayaan diri," jelas Irna.
Atas kejadian yang menimpanya, Irna mengatakan, SED harus melakukan koreksi untuk memperbaiki perilakunya. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari kesalahan yang sama terjadi di masa yang akan datang.
"Misalnya, harus lebih respect pada siapapun. Kemudian juga perlu dukungan dan pendampingan, harga dirinya perlu diperbaiki karena dampak yang ditimbulkan dari kejadian ini kan sangat fatal. Tentu ini akan menimbulkan rasa bersalah yang sangat besar. Terlebih tetangga, teman, keluarganya menuduh dia sebagai penyebab kematian itu. Orang kan senang mencari kambing hitam," kata Irna lagi.
Selain itu, Irna mengatakan, koreksi tak hanya harus dilakukan SED, namun juga pengguna media sosial. "Semua orang harus diajarkan etika dalam bermedsos ini," ujarnya.